Asa orang tua dari anak pengidap cerebral palsy agar bisa menggunakan ganja medis untuk pengobatan kandas di tangan hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Hakim MK menolak gugatan untuk melegalkan ganja medis.
Penggugat dalam perkara nomor 13/PUU-XXII/2024 ialah Pipit Sri Hartanti dan Supardji. Dalam permohonannya, para pemohon menilai ganja medis dapat digunakan sebagai terapi pengobatan, tapi terhalang dengan aturan. Pemohon pun meminta Pasal 1 angka 2 UU 8/1976 dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Berikut petitum para pemohon:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan muatan materi mengingat dan muatan materi Pasal 1 ayat (2) beserta penjelasannya serta materi muatan paragraf 7 dan paragraf 8 penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 61 Beserta Protokol yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3085) sepanjang kalimat protokol yang mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 61 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘sebagai protokol yang mengubah Konvensi Tunggal Narkotika 61 hingga Protokol Sesi ke-63, termasuk di dalamnya document commission on narcotic drugs 63rd session, Vienna, 2 – 6 March 2020 yang menggunakan simbol dokumen E/CN.7/2020/CRP.9.
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Pengacara pemohon, Singgih Tomi Gumilang, mengatakan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjamin hak konstitusional setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
“Ibu Pit dan Bapak Dji beralasan bahwa ganja medis secara terang benderang patut diduga kuat dapat membantu mengurangi gejala utama cerebral palsy yang dialami oleh Mitha, seperti tremor dan kejang minor harian. Mereka juga berpendapat bahwa ganja medis patut diduga kuat telah terbukti aman dan efektif untuk terapi dan/atau pengobatan cerebral palsy di berbagai negara di dunia,” tutur Singgih.
Singgih mengatakan kliennya telah melakukan upaya untuk kesembuhan anaknya. Menurutnya, terapi menggunakan minyak dari formulasi cannabis atau ganja dengan kandungan cannabidiol dan THC efektif kepada anak yang menderita gangguan motorik kompleks.
“Penggolongan zat narkotika merupakan hak setiap negara sepanjang dilakukan dengan niat baik untuk pengembangan layanan kesehatan dan kemampuan mengontrol zat dengan memastikan izin edar sesuai dengan peruntukkannya,” ujar Singgih.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.