Jakarta –
Aipda Ahmad Husaini atau Aipda Husain selaku Bhabinkamtibmas di Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, menolak uang damai saat menangani konflik antara mahasiswa Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste di Semarang. Atas sikap integritasnya itu, dia diusulkan dalam Hoegeng Awards 2024.
Pengusulnya adalah Pambudi Imam Sampurno, salah satu ketua RT di Kelurahan Karangrejo, yang wilayahnya menjadi lokasi konflik di antara dua kelompok itu. Menurut Imam, Aipda Husain benar-benar bisa membuat konflik tersebut berhenti. Bahkan, langkah cepatnya berhasil meredam saat hendak terjadi kontak fisik antara kedua kelompok itu.
Imam mengatakan bahwa kampungnya berada dekat dengan sejumlah universitas yang mayoritas berasal dari wilayah bagian timur di Indonesia, di antaranya NTT hingga dari negara tetangga, Timor Leste.
Dia menceritakan detik-detik sebelum konflik antara mahasiswa NTT dan Timor Leste hampir pecah. Saat itu, sedang ada acara di salah satu kampus tersebut, kemudian terjadi selisih paham. Sehingga salah satu mahasiswa Timor Leste sampai membawa senjata tajam.
“Dia ngancam orang lain warga dari Flores, pakai pedang. Akhirnya biasa kalau gitu yang merasa terancam manggil teman-temannya. Teman-temannya ngekos di wilayah kami,” kata Pambudi kepada detikcom, Jumat (22/3/2024).
Seingatnya, peristiwa itu terjadi sekitar akhir tahun 2019 atau di awal 2020. Insiden layaknya perang yang terjadi malam-malam itu, bikin suasana mencekam di kampungnya.
“Jadinya udah perang, mereka udah nggak mempedulikan warga asli. Kejadiannya itu malam hari. Terus ada pengepungan segala. Akhirnya yang orang Timor Leste itu dikepung sama orang dari Flores,” ucapnya.
Dia mengatakan puluhan mahasiswa Flores sudah mengepung tempat tinggal mahasiswa Timor Leste. Mereka datang dengan membawa senjata tajam, kayu, hingga batu.
“Saya waktu itu Ketua RT dilapori sama tetangga. Terus akhirnya lapor polisi dari Polsek Gajahmungkur itu. Kami hanya memastikan warga kami jadi korban. Warga kami memang tidak ada yang menjadi korban, tapi kan terganggu,” ujarnya.
Dengan sigap, Aipda Husain datang dan mengambil tindakan mengamankan mahasiswa Timor Leste yang dianggap memulai pertikaian itu. Dia dibawa untuk diproses hukum.
“Ada yang kena serang, motornya juga kena. Kalau luka kayaknya waktu itu udah dibawa ke rumah sakit,” katanya.
Mahasiswa NTT Jadi Aktif Bantu Warga
Aipda Husain bersama warga setempat kemudian menggelar diskusi terkait penanganan lanjutan kasus tersebut. Atas kesepakatan bersama, mahasiswa Timor Leste berpindah tempat tinggal, dan mahasiswa NTT tetap di lokasi yang sama.
“Akhirnya warga NTT itu kan masih bertahan, jadi warga kami. Sekarang malah setiap 17-an minta tempatnya jadi tuan rumah, kebetulan tempatnya besar. Kalau hujan juga menawarkan, di tempat kami ada,” ungkapnya.
Imam mengatakan Aipda Husain yang saat itu masih bertugas sebagai anggota Unit Reskrim Polsek Gajahmungkur begitu aktif melakukan pendekatan dan pembinaan kepada mahasiswa NTT di sana. Hingga Imam menyebut mereka telah jauh aktif berbaur dengan masyarakat setelah kejadian itu.
“Menurut saya sebagai Ketua RT laik jadi warga teladan. Karena dia itu pendatang, mereka mau ibaratnya ikut. Tiap kali ketemu selalu nyapa gitu. Minimal kalau ada kegiatan warga yang membutuhkan orang banyak, itu pasti bikin tempatnya,” ujarnya.
Padahal sebelumnya, mahasiswa NTT di kampungnya tidak terlalu aktif berkegiatan dengan masyarakat sekitar. Namun karena pendekatan Aipda Husain, mahasiswa NTT itu mulai berubah dan konflik di antara kedua kelompok itu sudah tidak terjadi lagi sampai saat ini.
Konflik Kerap Terjadi
Dihubungi terpisah, Aipda Husain menyebut perselisihan di antara kedua kelompok tersebut memang beberapa kali terjadi. Namun semuanya selalu bisa diredam.
“Kayak mendarah daging gitu perselisihannya. Dari masyarakatnya itu ketika kami sampai di TKP, dari situ masyarakat berterima kasih karena nggak terjadi keributan gitu,” kata Aipda Husain.
Aipda Husain sempat mendamaikan kedua kelompok tersebut. Namun, salah satu kelompok bersikukuh tak ingin damai. Hingga akhirnya kasus diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Selanjutnya kami proses untuk anak Timor Leste yang membawa sajamnya. Karena dia bawa sajam di tempat umum ada Undang-Undang Darurat. Setelah itu dari NTT sudah selesai,” sebutnya.
Aipda Husain mengatakan dia sangat berhati-hati dalam penyelesaian konflik tersebut. Salah-salah, kata dia, konflik justru bisa semakin meluas dan bertambah parah.
“Itu membawa suku, keras itu, jadi kami menanganinya hati-hati. Wah itu sensitif sekali, saya kalau salah ngomong itu aja langsung dicecar itu. Saya redamnya anak Timor Leste itu saya tahan. Tindakan kita kan harus tegas dan terukur,” terangnya.
Tolak Uang Damai Keluarga Pelaku
Pelaku yang ditahan akibat peristiwa itu, merupakan anak purnawirawan polisi. Ayah pelaku sempat meminta kepada Aipda Husain membantunya menyelesaikan masalah tersebut tanpa melalui jalur hukum.
“Bapaknya sampai datang ke sini, ke Semarang, dan minta tolong bagaimana ini anak saya caranya,” ungkapnya.
Saat itu, pangkat Aipda Husain masih Bripka. Sedangkan pangkat ayah pelaku sudah Aiptu. Aipda Husain menjelaskan sebelum Timor Leste merdeka, ayah pelaku bertugas di Timor Timur.
Kemudian dia menjadi WNI dan bertugas di Indonesia saat Timor Leste merdeka. Sementara, anaknya tetap tinggal di Timor Leste dan menjadi warga negara sana.
“Pangkatnya (terakhir) Aiptu, waktu itu saya masih Bripka. Karena 1997 pecah itu, jadi bapaknya ikut menjadi WNI dan menjadi polisi,” ucapnya.
Dengan tegas, dia menolak permintaan tolong itu. Sebab menurutnya, dia tidak bisa memihak kepada yang salah. Dia meminta purnawirawan polisi tersebut untuk membuktikannya di pengadilan.
“Kalau memang keterangan bapak terbukti, upayanya di pengadilan. Kita tidak memihak, walaupun itu dari keluarga polisi,” ucapnya.
Purnawirawan polisi tersebut semula sempat meneleponnya. Namun, Aipda Husain tidak merespons permintaan tolongnya itu. Hingga akhirnya dia didatangi ke kantornya.
“Sebenarnya dia komunikasi, telepon. Cuma telepon tidak saya respons untuk permintaan tolongnya. Kemudian beliaunya datang. Sebenarnya kasihan, tapi saya harus profesional,” jelasnya.
Ayah pelaku saat itu belum mencoba menyuap Aipda Husain dengan uang maupun barang. Namun, dia mengiming-imingi janji sesuatu yang menguntungkan untuknya. Dengan tegas, Aipda Husain tetap menolaknya.
“Waktu itu enggak, komunikasi, mungkin janji-janji apa nanti saya apalah-apalah gitu. Tapi tetap saya nggak bisa,” imbuhnya.
Aipda Husain kemudian menjelaskan dengan baik duduk perkara anak purnawirawan polisi itu. Hingga akhirnya dia bisa menerima anaknya diproses hukum, hingga menjalani masa tahanan.
“Akhirnya bisa menerima, dan itu saya carikan pendamping pengacara. Dia kan kena berapa bulan di penjara, setelah lepas, si anak itu datang ke kantor. Kita juga baik sama dia, daripada dilepas nanti di luar ancamannya ngeri,” katanya
Hingga kini, Aipda Husain mengatakan masih memantau kedua kelompok tersebut. Dia memastikan sudah tidak ada lagi konflik yang terjadi sejak peristiwa sebelumnya. Bahkan menurutnya, mereka menjadi aktif berbaur dengan masyarakat di sekitar tempat mereka mengontrak.
(fas/hri)