Foto: Freepik.
NEW YORK – Majelis Umum PBB (UNGA) pekan ini mengadopsi resolusi global pertama terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang bertujuan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dalam konteks teknologi digital.
Diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) dan disponsori bersama oleh lebih dari 120 negara, resolusi tidak mengikat ini didukung oleh 193 negara anggota PBB. Menurut pernyataan di situs PBB, perjanjian ini menetapkan prinsip-prinsip pengembangan dan penggunaan sistem AI yang “aman, terjamin, dan dapat dipercaya”.
“Rancangan, pengembangan, penerapan, dan penggunaan sistem kecerdasan buatan yang tidak tepat atau berbahaya… menimbulkan risiko yang dapat… melemahkan perlindungan, pemajuan, dan penikmatan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar,” bunyi pernyataan tersebut, sebagaimana dilansir RT.
UNGA menunjuk pada “berbagai tingkat” perkembangan teknologi di antara dan di dalam negara-negara, dan mencatat bahwa negara-negara berkembang menghadapi tantangan-tantangan tertentu dalam mengimbangi pesatnya laju inovasi.
Berbicara sebelum adopsi teknologi ini, Duta Besar AS dan Wakil Tetap AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan komunitas internasional memiliki tanggung jawab “untuk mengatur teknologi ini daripada membiarkannya mengatur kita.”
()