Jakarta –
Mantan Dirut Pertamina Galaila Karen Agustiawan diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair. Karen mengatakan alasan pengadaan LNG itu adalah penggunaan gas di tahun 2025 diharapkan sudah 30 persen sesuai ketentuan Perpres No 5 Tahun 2006.
“Pertama tama saya ingin bercerita. Jadi asal muasal dari kita membeli LNG Pertamina itu adalah Perpres 2006 Nomor 5 yang disampaikan kemarin oleh saksi Pak Jusuf Kalla. Di mana Indonesia itu ingin menggantikan bahan bakar minyak dengan sumber energi lainnya termasuk gas, di mana di sana sudah disampaikan bahwa gas di tahun 2025 itu diharapkan sudah bisa digunakan 30 persen,” kata Karen dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (20/5/2024).
Karen mengatakan target penggunaan LNG menjadi kebutuhan internal Pertamina tahun 2012. Dia mengatakan pihaknya memasang target pembaharuan energi 30 persen.
“Nomor dua, memang waktu itu adalah targetnya untuk PLN makannya ada HOA PLN tahun 2011 sampai tahun 2012. Namun tidak ada kesepakatan bisnis antara PLN dengan Pertamina. Karena tidak ada kesepakatan bisnis, dimulai dengan kebutuhan sendiri oleh kilang-kilang Pertamina di mana harapannya adalah mengurangi penggunaan Quel Wile atau BDN untuk pembakaran dapur-dapur kilang dari kilang nomor 2 sampai kilang nomor 6 sehingga dapat melakukan efisiensi dan mencapai target pembaharuan energi 30 persen. Oleh sebab itu, di tahun 2012, targetnya penggunaan LNG ini sudah bukan lagi untuk PLN tapi untuk kebutuhan internal Pertamina,” ujarnya.
Dia mengatakan pihaknya mengambil pengadaan LNG dari luar negeri telah sesuai dengan hasil rapat Wapres tahun 2011. Dia mengatakan penggunaan utama LNG dari Amerika saat itu untuk kilang Pertamina.
“Dan di rapat BOD BOC November pun sudah disampaikan bahwa kita mulai sebagai pengguna dari LNG yang dipesan dari Amerika itu untuk LU 2 dan LU 4 dan kemarin saksi juga mengatakan bahwa betul sudah disampaikan pada BOD BOC bahwa penggunaanya bukan lagi untuk PLN tapi untuk internal use dan di tahun 2013 surat dari UKP 4 menjelaskan bahwa Pertamina harus mendapatkan harus menandatangani SPA domestik tapi karena tidak dapat domestik maka ambil dari luar dan itu pun sudah sesuai dengan hasil rapat Wapres tahun 2011 bahwa kalau misalnya tidak mendapatkan pasokan domestik itu dimungkinkan untuk mendapatkan pasokan dari luar negeri,” kata Karen.
“Jadi alurnya itu adalah mulai 2012 anchor buyer atau buyer utama atau penggunaan utama dari LNG dari Amerika ini adalah untuk kilang-kilang Pertamina dan itu disampaikan pula di dalam surat UKP 4 yang di CC kan kepada seluruh stakeholder bahwa penggunaan atau pemesanan LNG ini adalah untuk kilang Cilacap dan Bahora,” imbuhnya.
Dakwaan Karen Agustiawan
Sebelumnya, Mantan Dirut Pertamina Galaila Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar USD 113 juta. Karen didakwa atas kasus dugaan korupsi terkait pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair.
Dakwaan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2024). Selain didakwa merugikan negara USD 113 juta, Karen didakwa memperkaya diri sendiri Rp 1 miliar lebih.
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri Terdakwa sebesar Rp1.091.280.281,81 (satu miliar sembilan puluh satu juta dua ratus delapan puluh ribu dua ratus delapan puluh satu Rupiah dan delapan puluh satu sen) dan USD104,016.65 (seratus empat ribu enam belas dolar Amerika Serikat dan enam puluh lima sen) serta memperkaya suatu korporasi yaitu corpush christi liquefaction LLC seluruhnya sebesar USD 113,839,186.60 (seratus tiga belas juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu seratus delapan puluh enam dolar Amerika Serikat dan enam puluh sen), yang mengakibatkan kerugian keuangan negara PT PERTAMINA (Persero) sebesar USD 113,839,186.60 (seratus tiga belas juta delapan ratus tiga puluh sembilan ribu seratus delapan puluh enam dolar Amerika Serikat dan enam puluh sen),” kata jaksa penuntut umum membacakan dakwaan.
Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(mib/isa)