Jakarta –
Mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi menjalani sidang tuntutan hari ini. Achsanul akan mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) di kasus penerimaan uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Kominfo.
Sidang tuntutan Achsanul Qosasi akan digelar di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (21/5/2204). Perantara bernama Sadikin Rusli yang juga merupakan orang kepercayaan Achsanul juga akan menjalani tuntutan di sidang tersebut.
“Tanggal 21 Mei 2024 ya, hari Selasa ya, tuntutan pidana. Diperintahkan kepada penuntut umum untuk menghadirkan lagi para terdakwa dalam persidangan ini pada hari Selasa, tanggal 21 Mei 2024,” kata majelis hakim Fahzal Hendri dalam persidangan, Selasa (14/5) lalu.
Dakwaan Achsanul Qosasi
Sebelumnya, mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, didakwa menerima uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Komindo. Uang tersebut diterima Qosasi agar dia memberikan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam proyek tersebut.
“Terdakwa Achsanul Qosasi selaku anggota III BPK RI dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yaitu menguntungkan Terdakwa sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40 miliar secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 7 Maret lalu.
Uang tersebut diterima Qosasi dari mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan atas perintah mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.
Jaksa mengatakan Achsanul Qosasi menyalahgunakan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi.
Atas hal tersebut, Achsanul Qosasi melanggar Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 5 ayat 2 atau ketiga Pasal 11, atau keempat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(mib/isa)