Jakarta –
Jaksa menghadirkan mantan Direktur Lalu Lintas Kemenhub Pandu Yunianto sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol MBZ tahun 2016-2017. Pandu membenarkan adanya surat keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub soal konstruksi Tol MBZ hanya dapat dilintasi kendaraan golongan I nonbus.
Mulanya, ketua majelis hakim Fahzal Hendri menanyakan terkait pelarangan kendaraan golongan II dan III untuk melintas di Tol MBZ. Pada persidangan yang digelar di PN Tipikor Jakarta, Selasa (21/5/2024), hakim Fahzal lalu membacakan surat keputusan terkait pelarangan tersebut dan Pandu mengatakan pihaknya tak melakukan uji laik Tol MBZ.
“Ada pelarangan itu berbentuk apa pelarangan itu, Pak?” tanya hakim.
“Pelarangan secara formal ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat,” jawab Pandu.
“Saudara tahu dengan surat nomor J003 tanggal 10 Desember 2019 tentang rekomendasi laik fungsi dan jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated pada angka 1 huruf b? Nah ini, yaitu melakukan pembatasan terhadap golongan kendaraan yang akan melewati ruas jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated dimaksud, yaitu hanya kendaraan golongan I nonbus. Apakah yang menjadi dasar pelarangan tersebut dikarenakan adanya konstruksi yang tidak layak itu? Saudara jawab sebagaimana pada jawaban saya di atas bahwa pembatasan hanya golongan I nonbus yang bisa lewat adalah karena arahan pimpinan pada pemberitaan di media sedangkan terkait konstruksi jalan yang tidak layak, saya tidak mengetahuinya karena itu merupakan bidang subtim II pada tim evaluasi laik fungsi terkait konstruksi di mana saya sebutkan di atas. Jadi Saudara tidak bisa menguji apakah laik atau tidak berdasarkan konstruksi yang ada? Nggak bisa, kan?” tanya hakim.
“Kami tidak bisa,” jawab Pandu.
Hakim lalu menanyakan alasan Tol MBZ hanya boleh dilewati kendaraan golongan I nonbus. Pandu mengatakan pelarangan kendaraan golongan II dan III dilakukan dengan pertimbangan keselamatan pengguna jalan.
“Tetapi ini berdasarkan apa? Coba berdasarkan apa adanya pelarangan itu?” tanya hakim.
“Pertama, berdasarkan hasil rapat yang dilaksanakan oleh stakeholders dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Korlantas, dan Badan Pengatur Jalan Tol…,” jawab Pandu.
“Berdasarkan rapat? Maka keluarlah rekomendasi ini?” potong hakim.
“Betul, Yang Mulia,” jawab Pandu.
“Untuk keselamatan dari pengguna jalan?” tanya hakim.
“Betul, Yang Mulia,” jawab Pandu.
Hakim juga bertanya kemungkinan yang terjadi jika bus atau kendaraan berat dan besar melintas di Tol MBZ. Pandu mengaku saat itu belum melakukan pengkajian terkait hal tersebut.
“Kemudian, kalau diperbolehkan umpamanya, naik kendaraan besar, taruh bus, itu kan kendaraan besar pak ya kan. Kemudian kendaraan berat umpamanya, walaupun pekerjaan Saudara tidak bisa menguji tentang ketahanan konstruksi atau laiknya konstruksi jalan layang itu. Tetapi bisa nggak, kenapa kendaraan besar itu kalau naik ke jalan layang itu apa yang terjadi? Pernah nggak dikaji oleh tempat Saudara itu?” tanya hakim.
“Pada saat menjabat Direktur Lalu Lintas, kami belum melaksanakan,” jawab Pandu.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa menyebut kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan Pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.
Saksikan Live DetikSore:
(mib/dwia)