Jakarta –
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) akan menghadirkan ahli meringankan dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pemerasan. Kuasa hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, mengatakan pihaknya hanya menghadirkan satu ahli meringankan.
“Hanya satu aja,” kata Djamaluddin Koedoeboen kepada wartawan, Rabu (12/6/2024).
Djamaludin mengatakan ahli itu merupakan ahli hukum pidana. Dia menyebutkan ahli meringankan untuk SYL itu adalah Prof Agus Surono.
“Ahli pidana, Prof Agus Surono, dari Universitas Pancasila Jakarta,” ujarnya.
Sebelumnya, SYL juga telah menghadirkan dua saksi meringankan dalam persidangan. Dua saksi meringankan yang dihadirkan SYL itu adalah eks honorer Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Rafly Fauzi dan staf ahli gubernur sub bidang hukum Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) Abdul Malik Faisal.
SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah yang totalnya mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan itu bersama Kasdi dan Hatta. Namun, ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Uang itu diterima SYL selama menjabat sebagai Menteri Pertanian pada 2020-2023. Jaksa mengatakan SYL memerintahkan staf khususnya, Imam, Kasdi, M Hatta dan ajudannya, Panji, untuk mengumpulkan uang ‘patungan’ ke para pejabat Eselon I di Kementan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL.
Atas hal tersebut, SYL dkk didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam proses persidangan, para saksi yang dihadirkan mengaku diminta mengumpulkan uang hingga miliaran rupiah untuk berbagai keperluan SYL. Para saksi mengaku diminta mengeluarkan uang Kementan ataupun uang pribadi untuk skincare anak dan cucu SYL, perjalanan ke Brasil dan AS, umroh, renovasi kamar anak, membelikan mobil anak, bayar cicilan mobil, membayar pesta ultah cucu, membeli sound system hingga membeli makanan secara online.
Para saksi yang dihadirkan mengaku mereka kerap dihubungi Kasdi, Hatta ataupun Panji untuk segera memenuhi keperluan SYL. Mereka juga mengaku mendapat ancaman pencopotan dari jabatan jika tak memenuhi permintaan SYL.
(mib/zap)