Jakarta –
“Anak saya menderita leukemia.” Sebuah kalimat sederhana yang memiliki makna mendalam bagi Ira Soelistyo, pendiri dan ketua Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). Baginya, panggilan sebagai aktivis kanker anak merupakan cara untuk berdamai dengan masa lalu.
“Sebetulnya pengalaman saya pribadi ya. Bahwa anak saya pernah menderita kanker sehingga saya terpanggil untuk membantu anak-anak yang menderita kanker di Indonesia,” kata Ira dalam Sosok detikcom Minggu, (5/3).
Menemukan kata ‘leukemia‘ di Indonesia pada 1983 bukanlah perkara mudah. Ira mengatakan, situasi dunia pengobatan saat itu belum semaju sekarang. Bukan soal kemampuan, melainkan tenaga serta peralatan medis yang kala itu masih terbatas. Untuk memperoleh informasi lebih dalam tentang kanker darah ini, ia pun harus terbang ke Belanda.
Tidak hanya Ira, anaknya yang kala itu berumur 4 tahun pun menangkap ketidakberesan atas reaksi sang ibu saat berjuang keras mencari rumah sakit yang mau melayani pengobatan kanker anak. Ira menuturkan, beberapa negara seperti Amerika dan Australia menolak untuk memberikan pengobatan dengan alasan keterbatasan sumber daya.
Pengorbanan Ira untuk menyembuhkan anaknya bukanlah perjuangan singkat. Meski sudah mengupayakan berbagai cara serta menghabiskan banyak biaya, Ira harus merelakan anak lelakinya yang sudah bertarung melawan kanker selama 21 tahun.
“Sampai umur 25 itu terjadi kekambuhan sampai 4 kali. Jadi luar biasa banget yang dialami oleh anak saya ini. Tetapi puji Tuhan lagi, kami selalu bisa membawa anak saya berobat ke luar negeri. Jadi gak pernah berobat di Indonesia, selalu memiliki harapan seperti itu ya. Memiliki harapan dari tahun ketahun,” kenangnya.
Pengalaman Ira merasakan sulitnya memperoleh akses informasi serta pengobatan kanker yang cepat menjadikan alasan utamanya untuk membantu para orang tua yang senasib. Ia pun mendirikan yayasan kanker anak untuk pertama kalinya pada tahun 1993.
Ira mengakui bahwa dirinya hanyalah manusia biasa. Semangatnya hancur ketika sang anak berpulang pada 2005. Dari situ, ia pun menarik diri dari yayasan. Namun, ia merasakan ada yang mengganjal saat ia menghentikan pelayanannya. Maka, pada November 2006 ia pun membangun kembali YKAKI.
Beberapa inovasi dilakukan, salah satunya mendirikan sekolah bagi para anak-anak penderita kanker. Ira mengatakan, anak dengan kanker seharusnya bisa berkegiatan normal. Sekolah itu didirikan sebagai jembatan atas kebutuhan akan pendidikan serta perlakuan khusus anak kanker yang sedang menempuh pengobatan.
Menurut Ira, kanker bukanlah alasan yang merenggut kesempatan penderitanya untuk mengenyam pendidikan.
“Seorang anak itu tumbuh dan berkembang itu dengan belajar dan bermain. Jadi sekolah itu merupakan keharusan yang kita siapkan dan itu adalah hak anak,” tegasnya.
Pendidikan bisa saja menjadi kebutuhan tersier bagi anak-anak pengidap kanker yang kondisinya kian memburuk. Oleh sebab itu, YKAKI besutan Ira pun membentuk sistem rumah singgah. Selain untuk menampung penderita yang jauh dari fasilitas kesehatan, rumah singgah juga dibangun untuk memotivasi penderita serta keluarganya agar tetap menyambung harapan.
“Saya pikir kita harus bikin rumah singgah. Karena waktu sepengalaman saya waktu bawa anak keluar negeri kami tinggal dirumah singgahnya dekat rumah sakit. Jadi rumah singgah tersebut kita adopt betul-betul dicontek, karena idenya bagus banget.
Janji Ira kepada dirinya sendiri menjadi motor utama perjuangannya dalam membantu meringankan beban anak-anak pengidap kanker di seluruh Indonesia. Ia selalu kebingungan saat seseorang bertanya, kapan dia akan berhenti.
Ira mengatakan bahwa dirinya tidak pernah merasa terbebani dalam menjalani pelayanannya selama ini. Ia menuturkan, teman-teman sebayanya sudah banyak yang memiliki cucu dan menikmati masa pensiun mereka. Namun, itu bukan jalan Ira. baginya, menjalani kesibukannya sebagai ketua YKAKI merupakan semangatnya untuk menjalani hari. Baginya, ada nilai magis saat mengingat kembali berbagai hal yang telah ia jalani dan melihat hasilnya saat ini.
“Kita bisa melihat anak-anak itu bisa senang bisa ketawa, itu benar-benar hal yang menurut saya luar biasa,” katanya.
(vys/vys)