Jakarta –
Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono mengaku lalai dalam pelaksanaan proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Djoko mengaku tak tahu jika KSO Bukaka menjadi sub kontraktor dari Waskita pada pembangunan Tol MBZ tersebut.
“Ini kan dari perjalanan mulai dari penyidikan, penuntutan sampai sidang pengadilan, ini berakhirlah proses pemeriksaan sidangnya, selesai, tapi belum diputus. Saudara kan sudah lihat itu, perjalanan seperti itu, sekarang pertanyaannya, Saudara merasa salah nggak dalam perkara ini?” tanya ketua majelis hakim Fahzal Hendri dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (3/7/2024).
“Dari dakwaan yang saya lihat, saya merasa saya tidak salah, kalaupun ada…,” jawab Djoko.
“Ndak, ndak, harus konsisten, Pak. Kalau ndak salah, ndak salah aja,” sahut hakim.
“Kalaupun ada satu kelalaian kami, bisa dianggap itu,” timpal Djoko.
“Nah, kelalaian. Ada kesalahannya di situ, ya sadar kan?” tanya hakim.
“Ya,” jawab Djoko.
“Mulai dari pengambilan dokumen, penunjukan panitia lelang, ya?” tanya hakim.
“Bukan, Pak. Yang saya sadari di sini adalah saya tidak mengetahui ada tulisan Bukaka, satu aja, Pak, saya nggak tahu. Karena dari ratusan halaman tadi, saya nggak baca,” jawab Djoko.
Hakim lalu menanyakan terkait terdakwa Yudhi Mahyudin selaku ketua panitia lelang yang tak memiliki sertifikat keahlian. Hakim menyentil Djoko lantaran tak teliti padahal proyek pembangunan Tol MBZ merupakan proyek nasional bernilai triliunan.
“Penunjukan Pak Yudhi sebagai ketua panitia lelang?” tanya hakim.
“Penunjukan panitia lelang saya mengacu kepada surat yang disampaikan dari Jasamarga bahwa panitianya yang dapat disediakan ini dengan anggota yang siap,” jawab Djoko.
“Iya, iya Pak ini proyek nasional, kita tahu lah ini proyek nasional, semua orang butuh, tetapi tak boleh melanggar aturan. Gitu lho, Pak! Jangan mentang-mentang ini proyek nasional, pronas lah, proyek utama lah bagi nasional ya kan, sangat dibutuhkan. Dan anggarannya ndak sedikit loh, Pak, besar anggarannya, triliunan, masak Pak Yudhi ndak punya ini, belum ada sertifikasinya, ya ketelitiannya itu nggak ada,” sentil hakim.
“Ya, ada dari sekretarisnya ada sih, Pak. Sekretaris panitia lelang itu Ibu Yuni dia punya sertifikat,” timpal Djoko.
Sementara itu, Terdakwa Yudhi merasa telah menjalankan tugasnya selaku ketua panitia lelang. Yudhi mengatakan pernah menjadi panitia lelang sebelum mengerjakan proyek Tol MBZ meski tak memiliki sertifikat keahlian.
“Kalau saya, menurut saya, Pak. Ini saya sudah menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan yang ada dalam SK dan sudah saya laporkan ke Pak Djoko dan tidak pernah ada koreksi, tidak ada komplain, segala macam pelayanan kami sudah…” kata Yudhi.
“Sadar itu tidak punya sertifikasi?” tanya hakim.
“Iya, memang sebelum-sebelumnya juga saya memang ditunjuk sebagai panitia tidak punya sertifikasi,” jawab Yudhi.
“Ya makanya saya tanya bagaimana aturan pengadaan barang dan jasa Saudara kan tidak mengerti jadinya?” timpal hakim.
“Iya. Karena Jasamarga tidak mensyaratkan itu dan saya juga tidak tahu kalau harus ada persyaratan itu dari Jasamarga,” jawab Yudhi.
Hakim kemudian bertanya ke terdakwa Sofiah Balfas. Sofiah mengakui melakukan kesalahan sebagai sub kontraktor proyek pembangunan Tol MBZ.
“Bu Sofi, merasa salah tidak? Pertanyaan terakhir dari majelis hakim,” kata hakim.
“Kalau dari isi kontrak antara Bukaka-KS dan Waskita-Acset kami sudah memenuhi sesuai dengan apa yang diisi kontrak. Tapi tentunya dalam perjalanan proyek ini, yang begitu panjang dan begitu high risk, saya sebagai manusia tentunya pasti ada kesalahan,” jawab Sofiah.
Hakim melanjutkan pertanyaan ke Terdakwa Tony Budianto Sihite. Tony mengaku sudah menaruh semua pemahaman dan pengetahuannya saat mengerjakan proyek pembangunan Tol MBZ.
“Pak Tony, merasa salah ndak Saudara atau tidak?” tanya hakim.
“Secara keahlian kami, secara pemahaman kami terhadap kontrak, dan secara kepakaran kami, kami sudah menuangkan semua di dalam proyek ini, Yang Mulia. Dan dibuktikan dengan yang menjadi tugas utama kami mendapat persetujuan dari para pihak, terutama kami sudah mendapatkan persetujuan rencana design dari Bapak Menteri PUPR, Yang Mulia. Artinya memang….” jawab Tony.
“Ya, subkon lah. PT apa tadi, yang kamu punya PT apa?” tanya hakim.
“PT Delta, Yang Mulia,” jawab Tony.
“Sebetulnya kontrak subkon itu ke mana?” tanya hakim.
“Ke PT LAPI, Yang Mulia,” jawab Tony.
“Ya, PT LAPI yang di lapangannya PT Saudara, Delta kan?” tanya hakim.
“Iya, sebagian, Yang Mulia,” jawab Tony.
Dalam kasus ini, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa mengatakan kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.
(mib/whn)