Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) menggunakan gelang detektor terhadap lima tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam 2010-2021 yang berstatus tahanan kota/tahanan rumah. Kejagung menjelaskan gelang detektor digunakan untuk tahanan kota/tahanan rumah pidana umum dan korupsi sejak awal 2024.
“Bukanlah, gini maksudnya. Kita itu programnya itu di tahun 2024 sudah dilaksanakan di daerah-daerah juga. Nah, kan tidak harus tindak pidana korupsi. Misalnya terhadap pelaku tindak pidana umum lainnya juga dikenakan itu kalau dia yang dikenakan tahanan kota/tahanan rumah,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan, (19/7/2024).
Sepengetahuan Harli, lima tahanan kota/tahanan rumah kasus tata kelola emas pertama yang menggunakan gelang detektor dalam kasus dugaan korupsi.
“Makanya saya harus cek dulu. Seingat saya, mungkin ini yang pertama untuk tidak pidana korupsi di Kejagung yang dilakukan penahanan kota. Tapi saya harus cek dulu. Makanya ini dipakaikan, ini kan baru awal, sekitar Februari lalu, jadi baru berlangsung,” ujarnya.
Harli menjelaskan bahwa gelang detektor berfungsi untuk memudahkan pengawasan dan mitigasi jaksa penyidik dan penuntut. Sehingga penyalahgunaan status tahanan kota/tahanan rumah dapat diantisipasi.
“Secara internal ada (dasar aturan). Tapi yang pastikan ini kan untuk melakukan deteksi, pemantauan, supaya lebih efektif gitu loh. Jadi untuk memitigasi para pelaku tindak pidana yang di tahanan kota/rumah itu melakukan penyalahgunaan status itu. Kalau dari sisi SOP apa itu ada,” ucap Harli.
“Ini kan pakai vendor, mereka sosialisasi, jadi sudah didahului sosialisasi ke daerah-daerah tentang cara penggunaannya, gitu loh,” sambungnya.
Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam 2010-2021 pada Kamis (18/7). Dari tujuh orang tersangka baru itu, lima tersangka merupakan tahanan kota/tahanan rumah dan dipasangi gelang detektor.
“Dua tersangka ditahan di rutan dan lima tersangka tahanan kota karena alasan kesehatan dengan menggunakan alat detektor untuk mendeteksi/monitor mobilitas yang bersangkutan, jangan sampai ke luar kota,” kata Kapuspenkum Kejagung Hari Siregar saat dihubungi, Jumat (19/7).
(rfs/idn)