Jakarta –
Saat menghadapi masalah hukum, orang lazim mencari advokat/pengacara untuk memberikan pendampingan hukum dan nasihat hukum. Tapi apakah hanya advokat saja yang boleh memberikan jasa konsultasi hukum?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca. Yaitu:
Siang detik’s Advocate
Saya sedang ada masalah dan perlu konsultasi hukum. Ada yang menyarankan ke advokat. Tapi saya masih ragu.
Apakah jasa hukum hanya bisa diberikan advokat?
Terima kasih
Wasalam
Ari
Jakarta
JAWABAN:
Terima kasih atas pertanyannya.
Merujuk pada UU Advokat, konsultasi hukum termasuk ke dalam jasa hukum yang diberikan oleh advokat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU Advokat yang berbunyi:
Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Sedangkan yang dimaksud advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU Advokat. Untuk menjadi Advokat, diperlukan syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
– Warga negara Republik Indonesia
– Bertempat tinggal di Indonesia
– Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara
– Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun
– Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (“PKPA”) yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat
– Lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat
– Magang sekurang-kurangnya 2 tahun terus menerus pada kantor Advokat
– Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih
– Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi
Nah, dalam UU Advokat menyebut setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi advokat dan bertindak seolah-olah sebagai advokat dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Advokat.
Tetapi pasal di atas dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 006/PUU-II/2004. Berikut pertimbangan putusan tersebut:
Pasal 31 UU Advokat bukan hanya mengakibatkan tidak memungkinkan lagi berperannya lembaga-lembaga sejenis Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum di lingkungan kampus yang memberikan bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang kurang mampu. Ketentuan dalam Pasal 31 UU Advokat juga dapat mengancam setiap orang yang hanya bermaksud memberikan penjelasan mengenai suatu persoalan hukum. Sehingga, jika seseorang yang memberi penjelasan hukum menerima pemberian yang tidak dimaksudkan sebagai honorarium oleh pihak yang memberi, dapat dituduh telah melakukan perbuatan “bertindak seolah-olah sebagai advokat” dan karenanya diancam dengan pidana yang sedemikian berat (hal. 16);
Menurut Pasal 28F UUD 1945, memilih sumber informasi yang dipandang tepat dan terpercaya adalah hak semua orang. Di lain sisi, Pasal 31 UU Advokat jo. Pasal 1 angka 1 UU Advokat membatasi kebebasan seseorang untuk memilih sumber informasi, karena seseorang yang melakukan konsultasi hukum di luar pengadilan hanya dibenarkan apabila sumber informasi tersebut adalah seorang advokat. Sehingga, jika seseorang bukan advokat memberikan informasi hukum, ia berpotensi diancam pidana berdasarkan Pasal 31 UU Advokat (hal. 16);
Sebagai undang-undang yang mengatur profesi, seharusnya UU Advokat tidak boleh dimaksudkan sebagai sarana legalisasi dan legitimasi bahwa yang boleh tampil di depan pengadilan hanya advokat, karena hal tersebut harus diatur dalam hukum acara, padahal hukum acara yang berlaku saat ini tidak atau belum mewajibkan pihak-pihak yang berperkara untuk tampil dengan menggunakan pengacara (verplichte procureurstelling). Oleh karena tidak atau belum adanya kewajiban demikian menurut hukum acara, maka pihak lain di luar advokat tidak boleh dilarang untuk tampil mewakili pihak yang berperkara di depan pengadilan (hal. 16).
Oleh sebab itu, dengan adanya putusan MK yang mencabut ketentuan Pasal 31 UU Advokat, maka putusan tersebut membuka kesempatan bagi kalangan nonadvokat untuk dapat memberikan konsultasi hukum kepada masyarakat. Namun, kami menyarankan Ari meminta konsultasi kepada pihak yang bekerja berdasarkan UU sehingga apabila ada satu dua hal, bisa dimintai pertanggungjawaban. Sebab ada saja orang yang mengaku-aku bisa membantu tapi ternyata advokat gadungan.
Terima kasih
Tim Pengasuh detik’s Advocate
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/whn)