Jakarta –
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian merespons wacana revisi sejumlah undang-undang (UU) politik dengan metode Omnibus Law. Seiring munculnya wacana itu, Tito mengatakan pihaknya memang sedang memikirkan cara untuk memperbaiki sistem kepemiluan.
“Setelah selesai desk Pilkada itu adalah kita tadi yang disampaikan kita mulai memikirkan kembali tentang sistem demokrasi, sistem kepemiluan, sistem pilkada, apakah mungkin termasuk ide dari DPR, Bang Doli, saya sudah baca juga untuk menyusun revisi UU tersebut dalam satu paket Omnibus Law,” kata Tito dalam rapat bersama Komisi II DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Tito membuka wacana Omnibus Law UU Politik ini menjadi satu opsi untuk dipertimbangkan dalam memperbaiki sistem pemilu. Dia menilai hal itu perlu didiskusikan lebih lanjut antara pemerintah dan DPR.
“Boleh saja ini salah satu opsi tapi kita perlu didiskusikan antara DPR dan pemerintah. Di samping juga melibatkan kajian ilmiah dari peneliti akademik, dan lain-lain,” ujarnya.
Sebelumnya wacana itu dimunculkan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia. Usulan itu dilontarkan Doli saat berbicara soal upaya menyempurnakan sistem politik termasuk penyelenggaraan pemilu.
“Bagaimana menyetopnya, apakah kita semua punya komitmen untuk segera melakukan revisi terhadap undang-undang politik atau termasuknya undang-undang pemilu, dan waktunya itu sekarang,” kata Doli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR bersama Komnas HAM, Perludem dan AMAN di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).
“Jadi kalau kita serahkan ke komisi masing-masing mungkin nanti dibatasi satu-satu gitu, ya, jadi nggak selesai. Padahal saya melihat sebetulnya ini tidak bisa dipisahkan. Mungkin kita, Baleg, harus sudah berpikir tentang metodologi membentuk undang-undang politik secara Omnibus Law. Kita harus punya undang-undang politik yang paketnya lengkap. Karena tadi itu nggak bisa satu-satu,” lanjutnya.
Doli menyebutkan kedelapan UU itu. Pertama, UU Pemilu dan UU Pilkada yang hendak disatukan. Kedua, UU Partai Politik. Ketiga, UU MPR/DPR/DPRD/DPD (MD3) yang hendak dipisahkan per lembaga, DPRD tidak termasuk.
Kelima, UU Pemda. Keenam, DPRD. Ketujuh, UU Pemerintahan Desa. Kedelapan, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
(fca/gbr)