Jakarta –
Kerja sama bisnis bisa untung atau rugi. Tapi, bagaimana bila mitra bisnis ternyata sengaja membuat rugi?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik’s Advocate, yaitu:
Saya ditipu teman saya dengan nominal Rp 15 juta. Saya disuruh gadai usaha dia dengan iming-iming bagi hasil dengan saya, tapi tidak dilakukannya.
Saya tidak ada surat perjanjian, hanya ada bukti transfer, chat WA dia yang menggadaikan usahanya ke saya, serta dua orang saksi.
Apakah saya bisa melaporkannya ke pihak yang berwajib?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum advokat Eric Manurung, SH. Berikut jawabannya:
Terima kasih atas pertanyaan yang telah diajukan.
Dari pertanyaan atas peristiwa yang dikemukakan/disampaikan, secara singkat, dapat diketahui bahwa teman bapak/ibu ini, telah menyampaikan suatu keterangan/keadaan yang tidak sesuai pada faktanya, dan telah membuat bapak/ibu memberikan uang milik bapak/ibu dengan nominal Rp 15 juta kepadanya.
Dari kronologi singkat yang disampaikan, maka memang dapat diduga kuat telah terjadi dugaan penipuan dan/atau Penggelapan dari uang bapak/ibu. Sebagai teman dari bapak/ibu, ada baiknya permasalahan yang ada diselesaikan secara mediasi ataupun kekeluargaan untuk meminta kembali uang dari Bapak/Ibu sejumlah Rp 15 juta.
Namun jika tidak ada iktikad baik penyelesaian permasalahan dari teman bapak/ibu tersebut, maka sebagai warga negara yang hak-hak hukumnya dilindungi, bapak/ibu berhak mengajukan langkah-langkah hukum, antara lain:
Laporan Polisi:
Dari kronologi yang saudara sampaikan, terlihat dugaan Perbuatan Pidana Penipuan (vide: Pasal 378 KUHP) dan/atau dugaan pidana Penggelapan (vide: Pasal 372 KUHP) yang diduga dilakukan oleh teman bapak/ibu. Sehingga Bapak/Ibu dapat membuat Laporan Polisi di wilayah tempat terjadinya dugaan peristiwa pidana Penipuan dan/atau Penggelapan tersebut (Polsek atau Polres atau Polda). Dalam membuat Laporan Polisi, juga disampaikan,dilampirkan bukti-bukti yang ada (Bukti transfer dan bukti komunikasi via chat) juga menyampaikan adanya dua orang saksi yang mengetahui peristiwa dimaksud. Dari Laporan Polisi tersebut, akan dilakukan Penyelidikan oleh pihak Kepolisian. Dan jika ditemukan dua alat bukti yang cukup meyakinkan (minimal dua saksi, dan surat-surat atau ahli), maka proses penyelidikan akan ditingkat menjadi proses penyidikan, selanjutnya akan menentukan siapa yang akan ditetapkan menjadi tersangka. Adapun isi unsur-unsur dari Pasal 378 KUHP dan/ atau 372 KUHP, sebagai berikut:
Pasal 378 KUHP:
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri, atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain, untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapus piutang, diancam karena Penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”
Pasal 372 KUHP:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum, mengaku sebagai milik sendiri, barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.
Dapat pula permasalahan diselesaikan dengan cara restorative justice (keadilan restoratif) antara Bapak/Ibu sebagai pihak pelapor (korban) dengan pihak terlapor atau tersangka sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia No. 08 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Namun, jika tidak tercapai penyelesaian permasalahan sebagaimana PerPol dimaksud antara Pihak Pelapor (korban) dengan Pihak Terlapor (Tersangka), maka proses hukum akan berlanjut hingga pada Persidangan.
Gugatan Perdata:
Sebagaimana dijelaskan di atas, terhadap teman Bapak/Ibu yang menjadi terlapor di kepolisian, dapat juga mengajukan gugatan hukum secara keperdataan pada Pengadilan Negeri di mana tempat tinggal teman Bapak/ibu tersebut berada. Hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada Pasal 1365 KUHPerdata, yang mengatur:
“Tiap Perbuatan Melawan Hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Demikian penjelasan yang dapat disampaikan, kiranya dapat memberikan pemahaman atas permasalahan yang dialami dan kiranya bermanfaat.
Eric Manurung, S.H.
Founder of BONAFIDE Law Office
Pengurus DPP AAI
Anggota Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI)
Dasar hukum:
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer);
Peraturan Kepolisian Republik Indonesia No.08 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/haf)