Jakarta –
Kasus mafia buka akses judi online (judol) yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) masih diusut. Selain tindak pidana perjudian, para tersangka yang terlibat bakal dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Kami sampaikan bahwa Polda Metro Jaya, Polri, berkomitmen untuk mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat baik dari sisi oknum internal Kementerian Komdigi, bandar, dan pihak lain yang terlibat. Juga dengan menerapkan selain tindak pidana perjudian, diterapkan juga TPPU,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Kamis (7/11/2024).
Polisi menyita uang senilai Rp 73 miliar lebih dari para tersangka. Ade Ary merinci, uang senilai Rp 73 miliar yang disita itu dalam bentuk rupiah, dolar Amerika Serikat (USD), dan dolar Singapura (SGD).
Selain itu, pihak kepolisian menyita 215,5 gram logam mulia, senjata api, 20 lukisan, dan sejumlah batang bukti lainnya. Hingga kini pihak kepolisian masih melakukan serangkaian pendalaman terkait kasus tersebut.
“Dari 15 orang tersangka, penyidik telah menyita berbagai jenis barang bukti antara lain, 34 unit handphone, kemudian 23 unit laptop, 20 lukisan, 16 unit mobil, 16 unit monitor, 11 buah jam tangan mewah, 4 unit tablet, 4 unit bangunan, 2 unit senjata api, kemudian 1 unit motor, kemudian 215,5 gram logam mulia,” jelasnya.
Saat ini total 15 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, termasuk 11 orang di antaranya pegawai Komdigi. Dari daftar tersangka tersebut termasuk tiga tersangka utama AK, AJ dan A yang mengendalikan ‘kantor satelit’ di kawasan Galaxy, Kota Bekasi. Polisi juga sudah menetapkan dua orang DPO, yakni A dan M.
Cara Mafia Hindari Pelacakan Transaksi
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan mafia akses judol yang melibatkan pegawai Komdigi melakukan cara licik supaya transaksinya tak terlacak. Salah satunya dengan menyembunyikan nomor rekening kelompok mereka.
“Oknum-oknum Komdigi yang tertangkap juga selama ini ternyata mencoba menyesatkan kami dengan menyembunyikan nomor-nomor rekening kelompok mereka dan mengirimkan nomor-nomor rekening lainnya untuk kami tindak,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dihubungi, Kamis (7/11).
Setoran uang dari situs judi online yang para tersangka ‘bina’ juga disetor dalam bentuk cash maupun ditransfer melalui money changer. Ivan menyebut hal tersebut dilakukan untuk memutus jejak transaksi.
“Bahwa pembayaran secara tunai baik dalam bentuk valas dan rupiah benar merupakan salah satu modus pencucian uang untuk memutus jejak transaksi,” ujarnya.
Saat ini PPATK terus berkoordinasi dengan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ivan menyebutkan pihaknya tengah menelusuri aset para tersangka terlibat buka akses judi online tersebut.
“Sampai dengan saat ini, PPATK masih terus melakukan analisis terhadap pegawai-pegawai Menkomdigi yang diduga terlibat, beberapa transaksi pembelian aset sudah teridentifikasi yang nanti akan disampaikan kepada penyidik terkait,” tuturnya.
Simak Video: 2 DPO Tersangka Mafia Akses Judol di Komdigi
(wnv/isa)