Jakarta –
Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus mengapresiasi kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin yang aktif menggaungkan prinsip Restorative Justice (RJ) untuk masyarakat kecil. Legislator PDIP itu mengusulkan Burhanuddin diberi gelar ‘Bapak Restorative Justice Indonesia’.
“Bapak selalu menegaskan kepada seluruh Jaksa untuk mengedepankan Restorative Justice (RJ) dalam melakukan pemidanaan terhadap kasus-kasus masyarakat kecil. Mungkin Kejaksaan adalah salah satu lembaga penegak hukum yang paling pro aktif menggaungkan prinsip RJ ini. Bahkan saya usul pimpinan berikan atau julukan Kejagung Bapak Restorative Justice Indonesia,” kata Stevano dalam rapat Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin, Rabu (13/11/2024).
Di saat yang sama, Stevano juga menilai Burhanuddin menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam mengusut kasus korupsi besar. Alhasil, Kejaksaan Agung saat ini ditempatkan sebagai Lembaga Aparat Penegak Hukum paling dipercayai publik berdasarkan Survei Indikator pada September 2024.
“Bapak menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam mengusut kasus-kasus korupsi besar. Kami apresiasi betul upaya Jaksa Agung dalam menyelamatkan perekonomian negara,” ujarnya.
Stevano mengatakan kepemimpinan Burhanuddin menunjukkan dua sisi kemanusiaan dan ketegasan yang bisa diaplikasikan secara proporsional. Legislator muda asal Dapil NTT itu mengaku setuju dengan cara penegakan hukum Kejagung di bawah kepemimpinan Burhanuddin yang mengedepankan keadilan untuk masyarakat bawah dan ketegasan untuk masyarakat atas.
Di sisi lain, Stevano memberikan masukan kepada Burhanuddin agar Kejagung juga mengedepankan kepastian hukum. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto fokus dalam swasembada pangan dan hilirisasi ekonomi. Ia meminta ST Burhanuddin mengawal kebijakan Prabowo.
“Pesan kami Pak agar Kejaksaan bisa benar-benar mengawal dan mendukung kebijakan mulia Presiden. Sebab, tidak bisa dipungkiri di lapangan pasti akan banyak terjadi trial and error. Diharapkan Kejaksaan bisa arif dan bijaksana dalam mengawal kebijakan-kebijakan di lapangan,” kata Stevano.
Dia tidak ingin pemidanaan hanya sebatas dengan pendekatan legalistik. Stevano mengingatkan tidak semua pelaku memiliki niat jahat melainkan hanya karena ketidaktahuan.
“Jangan sampai melakukan pemidanaan dengan pendekatan Legalistik saja. Siapa tau banyak pelaku di lapangan yang tidak memiliki niat jahat tapi hanya karena ketidaktahuan malah dipidana,” ucapnya.
Di samping itu, Stevano memberikan rasa hormat kepada para Jaksa di NTT. Dia melihat adanya motivasi dan semangat para jaksa di NTT untuk menegakkan keadilan. Untuk itu, dia meminta Kejagung memperhatikan kekurangan sarana dan prasarana Jaksa di NTT. Khususnya, terkait sumber daya manusia (SDM) di lingkungan kejaksaan NTT.
“Saya dapat info perkara pidsus di NTT sangat banyak tp sangat minim SDM. Plus, kami minta untuk Jaksa putra daerah NTT ditambah kuota khususnya seperti di Kalimantan dan Papua. Sebab NTT memiliki adat dan budaya yang sangat kental. Dalam beberapa pengungkapan kasus diperlukan Jaksa yang benar-benar mengerti kearifan lokal NTT Pak,” kata Stevano.
“Lalu dari dukungan sarana prasarana, NTT yang memiliki geografis yang sulit, para jaksa memiliki kesulitan mobilitas untuk pergi antar pulau mengusut kasus-kasus besar. Kami mohon support anggaran dan prasarananya Pak,” lanjutnya.
(eva/imk)