Jakarta –
Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman, bertemu Jaksa Agung, ST Burhanuddin, di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Kebayoran Baru, Jakarta. Kedatangan Iftitah dan jajaran untuk membahas pendampingan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan lahan.
“Kami menerima kunjungan Pak Menteri Transmigrasi ada beberapa hal yang kita bicarakan, tentunya dalam rangka sinergitas antara kementerian dan kemungkinan nanti ada support-support kami di dalam pelaksanaan pekerjaan. Dan bukan hanya itu saja, kami lakukan juga nanti ada pendampingan-pendampingan sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan jauh dari permasalahan hukum,” kata Burhanuddin saat jumpa persa di kantor Kejagung, Jumat (15/11/2024).
Menteri Transmigrasi, Iftitah, mengatakan pihaknya ingin meminta pendampingan hukum dalam pelaksanaan tugas para pegawai terkait dengan pengelolaan lahan. Iftitah ingin para pegawainya bekerja dalam norma dan hukum yang berlaku.
“Maksud kedatangan kami ke kantor Kejagung ini kami ingin pendampingan hukum selama dalam pelaksanaan kami bekerja supaya seluruh pegawai Kementerian Transmigrasi bekerja dalam norma-norma hukum yang berlaku, yang paling penting adalah tidak adanya korupsi. Kemudian mencegah kebocoran-kebocoran anggaran dan apa yang dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” ungkap Iftitah.
Iftitah mengatakan saat ini anggaran Kementerian Transmigrasi sangat terbatas, yakni 6% dari anggaran Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal pada tahun 2024. Kendati demikian, pihaknya tengah mencari peluang lain dengan memanfaatkan hak pengelolaan lahan (HPL) yang terlantar.
“Saat ini di Kementerian Transmigrasi kami ini ada keterbatasan anggaran. Jadi anggaran kami hanya 6% dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal pada waktu tahun 2024 ini. Itu hanya sekitar Rp 194,1 M. Di tahun 2025 anggaran yang kami terima di anggaran sekitar Rp 98 Miliar ada kemungkinan adjustment mungkin sampai dengan Rp 122 Miliar,” tutur Iftitah.
“Tetapi itu bukan merupakan halangan atau hambatan untuk kami bekerja, kami sudah bulatkan tekad dengan seluruh pegawai kementerian transmigrasi untuk mencari peluang-peluang lain. Karena sesungguhnya Kementerian Transmigrasi itu, kementerian yang kaya. Kenapa kami sampaikan kementerian yang kaya? Karena kami diberikan oleh negara HPL, hak pengelolaan lahan, sampai dengan 3,2 juta hektare,” tambahnya.
Politikus Demokrat itu menyebut ada 2,4 juta surat hak milik (SHM) dari 3,2 juta hektare lahan kepemilikan transmigrasi. Disebut, sekitar 500-600 ribu hectare masih terlantar yang nantinya akan dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi Kementerian Transmigrasi.
“Nah, dari 3,2 juta hektare itu memang ada sekitar 2,4 juta yang kami sedang identifikasi itu sekitar 2,4 jutanya sudah diberikan dalam bentuk SHM (surat hak milik) kepada transmigran,” ujar Iftitah.
“Tapi masih ada sekitar 500 ribu-600 ribu hektare itu yang terlantar dan sedang kami verifikasi. Nah, harapannya yang HPL terlantar itu betul-betul dimanfaatkan untuk nanti pengembangan ekonomi di kawasan-kawasan transmigrasi,” tambahnya.
Iftitah berharap adanya pendampingan hukum saat pegawai transmigrasi melakukan pengelolaan lahan negara kepada Kejagung. Hal ini untuk mencegah terjadinya korupsi atau pelanggaran hukum di lapangan.
“Tapi sebagaimana yang kami sampaikan, kami sudah melapor kepada kepala BPKP agar inovasi kreasi yang dilakukan Kementerian Transmigrasi dengan pemanfaatan lahan untuk para investor tadi tidak melanggar hukum,” tutur Iftitah.
“Karena kami berharap yang kami upayakan tersebut tidak hanya memberikan keuntungan untuk para transmigran tapi juga untuk negara. Ada PNBP-nya (penerimaan negara bukan pajak), sampai dengan saat ini belum ada PNBP dari pemanfaatan lahan transmigrasi,” imbuhnya.
(dwr/rfs)