Jakarta –
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi langkah DPR RI yang tak memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam prioritas. ICW menilai DPR tak berkomitmen menguatkan agenda pemberantasan korupsi.
“Tidak dimasukkannya RUU Perampasan Aset ke dalam prolegnas prioritas, mengindikasikan ketiadaan komitmen DPR untuk menguatkan agenda pemberantasan korupsi,” kata peneliti ICW Diky Anandya saat dihubungi, Sabtu (23/11/2024).
Diky menilai semestinya DPR mengundang masyarakat membahas substansi RUU yang belum sempurna. Ia lantas mengingatkan DPR bahwa RUU Perampasan Aset bisa menjadi instrumen penting yang menstimulasi agenda pemberantasan korupsi.
“Jika ada sejumlah substansi pengaturan yang masih perlu disempurnakan, maka prosesnya harusnya pada saat sidang pembahasan. Dengan mengundang sejumlah ahli dan masyarakat untuk menemukan titik ideal. Bukan justru tidak menjadikannya sebagai prioritas,” tegasnya.
“ICW perlu mengingatkan kepada anggota DPR bahwa RUU Perampasan Aset sendiri merupakan instrumen yang penting untuk menjadi stimulus dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini, terutama dari pemulihan aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Lebih lanjut Diky membeberkan, berdasarkan catatan ICW dalam laporan hasil pemantauan proses persidangan kasus korupsi sepanjang tahun 2015 hingga 2023, kerugian negara yang ditimbulkan dari perkara korupsi mencapai Rp 279,2 Triliun. Kendati begitu, pemulihan kerugian melalui pidana tambahan uang pengganti hanya Rp 37,2 triliun.
Selain itu, usulan RUU Perampasan Aset datang dari pemerintah. Sehingga, Diky menilai semestinya pemerintah bisa meyakinkan DPR untuk segera membahas RUU Perampasan Aset. Mengingat, mayoritas anggota DPR saat ini berasal dari partai pendukung pemerintah.
“Dorongan yang sama juga perlu diarahkan kepada Presiden Prabowo, sebab RUU Perampasan Aset sendiri merupakan RUU usulan pemerintah. Seharusnya bukan tugas yang berat bagi Prabowo untuk dapat meyakinkan DPR agar segera membahas RUU Perampasan Aset, kerena mayoritas anggota DPR berasal dari partai koalisi pemerintahannya,” jelasnya.
Seperti diketahui, DPR RI memutuskan RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam prioritas DPR melainkan kategori jangka menengah. Wakil Ketua Baleg DPR Sturman Panjaitan menilai ada hal yang perlu dikaji mendalam dari RUU itu sehingga tidak bisa terburu-buru.
“Perlu kajian yang mendalam dan detail agar tidak berbenturan dengan UU yang lain,” kata Sturman saat dihubungi, Kamis (21/11/2024).
Meski begitu, Sturman menegaskan RUU itu tetap akan dibahas meskipun tidak menjadi prioritas DPR.
“Akan dibahas lah,” jawab dia singkat.
Sementara, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkap sedang melalukan upaya dialog dengan parlemen.
“Sekarang kami lagi melakukan upaya dialog bersama dengan Parlemen, dengan Ketua-Ketua Umum Partai Politik,” kata Supratman di Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).
Supartman menyebut dialog tersebut dilakukan untuk memastikan RUU Perampasan Aset akan dibahas di prolegnas mendatang. Ia juga mengatakan akan terus melaporkan perkembangan prolegnas kepada Prabowo.
(taa/idh)