Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, mengatakan bahwa penolakan yang muncul dari sayap partai Gerindra, Tidar (Tunas Indonesia Raya), dan sejumlah DPC Gerindra tidak lepas dari kekhawatiran mereka akan citra partai.
“Tidar dan DPC tidak ingin Gerindra tertular negatif bila Budi Arie bergabung. Bagi Tidar dan DPC, Budi Arie lebih banyak negatifnya bila bergabung ke Gerindra,” ujar Jamiluddin kepada RMOL, Jumat, 14 November 2025.
Ia menilai, ragam motif yang diduga melatarbelakangi keinginan Budi Arie merapat ke Gerindra justru membuat elite partai harus lebih berhati-hati. Jangan sampai, kata Jamiluddin, Gerindra dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau politik Budi Arie.
“Tidar dan DPC setidaknya ingin Gerindra tidak dimanfaatkan Budi Arie untuk mewujudkan kepentingannya motifnya. Hal ini tentunya akan merugikan Gerindra,” tegasnya.
Menurut Jamiluddin, stigma negatif yang melekat pada Budi Arie menjadi alasan kuat bagi Tidar dan sejumlah DPC menolaknya. Bila Gerindra tetap menerima, partai justru dinilai berpotensi menanggung lebih banyak kerugian ketimbang keuntungan.
“Dengan begitu, Tidar dan DPC berharap Gerindra tidak ketiban sialnya menerima Budi Arie,” tandasnya.
Aspirasi kader di sejumlah daerah yang menolak wacana bergabungnya Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi ke Partai Gerindra direpons santai Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco.
Menurut Dasco, hal tersebut merupakan dinamika yang wajar dalam dunia politik.
“Ya namanya dinamika di politik, itu soal tidak menerima, atau ada yang menerima itu kan biasa,” kata Dasco kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 13 November 2025.

