Kepastian mengenai persoalan tersebut disampaikan Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan, dalam diskusi kolaboratif Bawaslu RI bersama Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPP DEM), di Media Center Bawaslu RI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat 14 November 2025.
Awalnya Irawan menyatakan bahwa tantangan perkembangan digital dan teknologi informasi, tak bisa dipungkiri menjadi pecutan bagi penyusun undang-undang untuk membuat regulasi yang adaptif dengan tuntutan zaman sekarang ini.
“RUU Pemilu itu dalam rangka menguatkan dasar hukum terkait dengan berbagai penggunaan teknologi tersebut,” ujar Irawan.
Di samping itu, dia juga mendapati adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) Nomor Perkara 166/PUU-XXI/2023, yang menyatakan inkonstitusional Pasal 1 angka 35 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Dalam putusan MK tersebut, Irawan melihat substansi dari persoalan AI ada pada konteks kampanye pemilu. Dimana dalam Pasal a quo, hanya menyebut kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih, dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Sementara dalam putusannya, MK menyatakan frasa ‘citra diri’ dalam pasal a quo bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘Foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial’.
“Termasuk juga nanti akan kami masukkan juga, misalnya, kaitannya dengan keputusan MK mengenai larangan penggunaan edit berlebihan atau penggunaan artificial intelligence,” demikian Irawan.

