Alasan Masyarakat Jawa Tak Boleh Menggelar Hajatan Nikah di Bulan Suro, Tradisi Sejarah hingga Mitosnya (Foto: Okezone)












    MALANG – Masyarakat Jawa tidak boleh menggelar hajatan pernikahan di bulan Muharram atau Suro. Mitos ini konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam yang bertahan hingga saat ini pada masyarakat Suku Jawa.

    Sejarawan peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Latif Kusairi menjelaskan, tradisi Jawa pada penanggalan kalender Jawa suro, memang sudah ada sejak masa Sultan Agung, Raja Mataram Islam. Di masa Sultan Agung pula itulah awal mula penanggalan kalender Jawa dipakai.

    “Tradisi suroan itu sebenarnya dimulai ketika munculnya penanggalan Jawa, yang dituliskan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo di mana satu suro itu seperti 1 Muharram dalam penanggalan kalender Islam,” kata Latif Kusairi, Kamis (17/7/2025).

    Menikah (Lipstiq)

    Menurutnya dari referensi literasi yang ada disebutkan bulan Muharram memang dianggap bulan suci umat Islam. Hal ini membuat anjuran dari Sultan Agung kepada rakyatnya saat itu untuk bermunajat dan bertirakat, tak hanya di malam satu suro saja tapi juga di bulan Suro secara keseluruhan.

    “Malam satu suro itu dianggap adalah malam yang suci, karena itu adalah sebagai awal tahun di mana pada malam itu anjuran dari Sultan Agung adalah masyarakat Jawa, untuk bisa bermunajat tirakat ziarah kubur doa bersama dan melakukan keselamatan sesuai dengan tradisi Islam Jawa,” jelasnya.

     



    Source link

    Share.