Dokter spesialis penyakit dalam RSUD Sekayu, Syahpri Putra Wangsa, dipaksa buka masker saat berdebat dengan keluarga pasien. Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago mengecam tindakan keluarga pasien.
“Tentu prihatin ada keluarga pasien yang main hakim sendiri, bersikap arogan dan tidak punya etika dan tata krama,” ujar anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, kepada wartawan, Sabtu (16/8/2025).
Irma menyebut memakai masker di dalam rumah sakit adalah satu kewajiban. Memakai masker, katanya, bisa menjadi bagian dari SOP dokter saat berhadap dengan pasien dengan penyakit-penyakit tertentu, seperti penyakit paru-paru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun di satu sisi, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi pihak rumah sakit untuk berbenah. Terutama masalah diagnosa yang dianggap bertele-tele.
“Menurut saya masalah ini juga harus menjadi pelajaran terhadap RS, agar tidak bermain-main dengan penegakan diagnosa yang bertele-tele. Penegakan diagnosa yang lamban dan kadang salah menjadi salah satu penyebab banyaknya pasien Indonesia berobat ke luar negeri,” tutur Irma.
Dokter RSUD Sekayu Polisikan Keluarga Pasien
Sebelumnya, dokter spesialis penyakit dalam RSUD Sekayu, Syahpri Putra Wangsa, membuat laporan ke polisi terkait pengancaman dan pemaksaan membuka masker yang dilakukan keluarga pasien. Polisi memastikan laporan itu diproses.
“Ya benar, laporan polisi (dari dokter di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, bernama Syahpri Putra Wangsa) sudah kita terima. Kita akan proses dengan profesional,” ujar Kapolres Musi Banyuasin AKBP God Parlasro Sinaga.
Pengakuan Keluarga Pasien
Keluarga pasien bernama Putra buka suara soal kejadian buka paksa masker dokter. Putra yang merekam kejadian itu dan meminta saudaranya yang lain untuk membuka masker dr Syahpri Putra Wangsa yang sedang berkunjung ke ruangan.
Putra mengaku baru tiba di Sekayu dari Jakarta untuk melihat kondisi orang tuanya. Ibunya divonis diabetes komplikasi pada Jumat (8/8/2025). Ibunya juga mengalami perubahan kesehatan yang awalnya tidak sadar menjadi stabil saat dirawat.
Kemudian pada Sabtu (9/8) pihaknya diminta menunggu dokter. Namun, karena dirinya sebagai pasien umum berharap dapat pelayanan maksimal dan layak.
“Nah kalau kita disuruh menunggu, disuruh menunggu dokter yang Sabtu libur, Minggu libur, Seninnya tidak ada dan Selasa baru ada, apa bedanya BPJS dengan umum. Kasihan bagi yang BPJS, kita yang umum saja diperlakukan seperti ini,” ujar Putra.
Singkat cerita, kata Putra, pihaknya menunggu sampai Selasa dan bertemu dengan dr Syahpri. Dia menyebut penyampaian dr Syahpri santun saat awal kedatangan. Kemudian dia menanyakan terkait tindak lanjut pengambilan sampel dahak ibunya untuk mengetahui penyakitnya.
“Sampel dahak sudah diambil Sabtu. Namun disayangkan Sabtu, Minggu, Senin (hasil belum keluar), baru bisa dilakukan Selasa. Saya emosional di situ. Kalau begini kita kan masuk VIP seharusnya dapat fasilitas lebihlah,” katanya.
Dia menyebut ada ungkapan dokter yang membuatnya emosi.
“Lalu pak Syahpri sempat bilang di situ, makanya saya sedikit emosi. Pak Syahpri bilang kamu harus bersyukur dan sabar. Padahal saya nggak marah, disuruh sabar tapi kenapa disuruh bersyukur. Disitu emosi saya memuncak. Melihat ibu saya terbaring saya emosional sekali. Kenapa bicara saya keras saya emosi saat itu,” kata dia.
“Kemudian Pak Syahpri bilang ke perawat tolong videokan-videokan. Lalu saya ambil hp untuk memvideokan juga. Saya takut terjadi hal semacam ini takut terjadi viral dan ada sepenggal video dari pihak Pak Syahpri saja,” ungkapnya.
Halaman 2 dari 3
(isa/idn)