Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungan penuh terhadap Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) yang diluncurkan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurutnya, strategi ini tidak hanya memiliki pijakan teoritis yang kuat, tetapi juga sangat praktis dan realistis dalam menjawab tantangan industri nasional di tengah ketidakpastian global.

“SBIN bukan sekadar dokumen kebijakan. Ini adalah kerangka kerja transformasi yang bisa membawa Indonesia keluar dari jebakan ketergantungan dan membuka jalan menuju kemandirian industri nasional,” ujar Ilham dalam keterangan tertulis, Selasa (15/7/2025).

SBIN menekankan empat pilar utama: hilirisasi sumber daya alam, peningkatan teknologi industri, industrialisasi hijau, dan pengembangan sumber daya manusia.

Menurut Ilham, seluruh pilar tersebut bersifat saling terintegrasi dan mampu menjawab disrupsi global seperti perubahan iklim, krisis logistik, hingga fluktuasi harga energi dan bahan baku.

Data terbaru mencerminkan efektivitas awal dari strategi ini. Sektor manufaktur Indonesia mencatat kontribusi 17,50% terhadap PDB kuartal pertama 2025 dan surplus ekspor industri manufaktur mencapai USD 10,4 miliar.

“Ini sinyal positif bahwa kita sudah berada di jalur yang benar. Tapi realisasi penuh SBIN butuh sinergi lintas sektor dan koordinasi yang kuat di level nasional,” tegas Ilham.

Ia menekankan pelaksanaan strategi industrialisasi seperti SBIN tidak bisa dilakukan secara sektoral atau parsial. Harus ada pendekatan menyeluruh lintas kementerian dan lembaga.

“Presiden sudah menyiapkan visi besar melalui Asta Cita. SBIN adalah cara operasionalisasi visi itu di sektor industri. Namun agar berhasil, Kementerian Perindustrian perlu menjadi lokomotif utamanya,” ujar Ilham.

Lebih lanjut, Ilham mendorong agar Kementerian Perindustrian diberi mandat dan kewenangan yang lebih kuat sebagai arsitek utama industrialisasi nasional.

“Kita butuh Kemenperin yang tidak hanya mengatur sektor industri, tetapi juga mengoordinasikan kebijakan lintas sector, dari fiskal, energi, hingga perdagangan, dalam satu ekosistem pembangunan industri nasional,” jelasnya.

Ilham Permana juga menegaskan bahwa SBIN hadir tepat waktu, sebagai jawaban konkret atas berbagai kegelisahan nasional, mulai dari rapuhnya rantai pasok industri, ketergantungan bahan baku impor, hingga belum optimalnya perlindungan terhadap sektor padat karya.

Menurutnya, SBIN bukan hanya gagasan kebijakan, tetapi respons strategis terhadap realita yang selama ini menghantui perekonomian nasional.

“Selama ini kita gelisah karena tidak punya sistem tanggap darurat ketika rantai pasok terganggu. Ketika harga minyak melonjak atau semikonduktor langka, industri langsung terpukul. SBIN menjawab hal ini dengan membangun arsitektur industri yang lebih tangguh, termasuk usulan saya soal pembentukan lembaga semacam ‘BNPB untuk industri’, yang bertugas memonitor, mengantisipasi, dan merespons disrupsi global,” jelas Ilham.

Ia juga menyebut bahwa kegelisahan lain terletak pada pendeknya napas hilirisasi yang terlalu sempit pada sektor tambang. Padahal, sektor manufaktur padat karya seperti tekstil, makanan dan minuman, alas kaki, dan otomotif ringan merupakan tulang punggung ketenagakerjaan dan konsumsi nasional.

“SBIN hadir untuk memperluas cakupan hilirisasi ke sektor-sektor strategis ini. Karena jika fondasinya tidak diperkuat, guncangan eksternal sedikit saja bisa berdampak besar,” tambahnya.

Lebih jauh, Ilham menilai bahwa SBIN telah menjawab keresahan yang lebih besar lagi, yakni ketiadaan kerangka industri sebagai bagian dari pertahanan nasional non-militer.

“Kita gelisah karena industri belum diposisikan sebagai alat menjaga kedaulatan. Padahal negara-negara besar seperti Amerika dan India sudah lebih dulu menautkan industrinya dengan kepentingan geopolitik dan daya tahan nasional. SBIN membawa semangat itu, bahwa industrialisasi adalah alat ketahanan bangsa, bukan hanya penggerak ekonomi,” tandasnya.

Sebagai penutup, Ilham menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, DPR, dunia usaha, hingga masyarakat, melihat SBIN sebagai jawaban atas kegelisahan kolektif tentang arah pembangunan Indonesia.

“Kita punya pasar domestik yang besar, tenaga kerja muda yang melimpah, dan sumber daya alam yang strategis. Tapi semua itu hanya akan menjadi potensi tanpa arah pembangunan yang jelas. SBIN adalah wujud nyata dari Asta Cita Presiden Prabowo. Sebuah strategi industrialisasi yang menyeluruh, terukur, dan berpihak pada kepentingan nasional. Sekarang saatnya seluruh unsur pelaksana pembangunan, terutama Kemenperin, menggerakkan strategi ini secara konsisten dan berkelanjutan,” pungkasnya.



(akd/ega)


Hoegeng Awards 2025


Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini



Source link

Share.