Presiden Prabowo Subianto menargetkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit pada 2027 (Foto: Okezone.com/Setpres)

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menargetkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit pada 2027. Target ini disampaikan Prabowo saat memaparkan arsitektur APBN 2026 di Sidang Paripurna DPR RI.

    “Dan adalah harapan saya, cita-cita saya, harapan saya suatu saat – apakah 2027 atau 2028 – saya ingin berdiri di depan majelis ini, di podium ini, untuk menyampaikan APBN kita bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” tegas Prabowo.

    Menyikapi target tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menilai bahwa wacana anggaran berimbang bukanlah hal baru dalam sejarah perekonomian Indonesia. Menurutnya, pendekatan ini pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden Soeharto.

    “Anggaran berimbang, seperti di masa pemerintahan sebelumnya zaman Presiden Soeharto. Tetap agar seimbang dari utang dan pajak. Namun secara komunikasi publik lebih bagus,” ujar Esther pada Sabtu (16 Agustus 2025).

    Lebih lanjut, Esther mengatakan bahwa implementasinya membutuhkan upaya yang serius dan terukur. Pernyataan serupa juga disampaikan Syafruddin Karimi dari Departemen Ekonomi Universitas Andalas, yang menyebut perlunya kehati-hatian ekstra untuk bisa mencapai target tersebut.

    Syafruddin juga menyoroti empat agenda penting untuk menjaga keseimbangan fiskal sekaligus memperkuat peran APBN sebagai instrumen pembangunan.

    Langkah pertama adalah dengan melakukan reformasi perpajakan. Ia mendesak pemerintah untuk mempercepat digitalisasi sistem perpajakan, memperkuat kepatuhan wajib pajak, serta mendiversifikasi sumber penerimaan.

    “Kenaikan target pajak dinilai tidak cukup apabila tidak diiringi dengan perbaikan instrumen pemungutan dan pengawasan,” ujarnya.

    Selain itu, revitalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menjadi prioritas. Optimalisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan peningkatan kontribusi dividen dari BUMN dianggap penting.

    “Optimalisasi SDA dan dividen BUMN harus dilakukan, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber penerimaan baru dari ekonomi digital dan layanan publik modern,” ungkapnya.

     



    Source link

    Share.