Jakarta

    Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan memperkenalkan inovasi pendanaan bencana pertama di dunia bernama Pooling Fund Bencana (PFB). Skema ini dirancang untuk memperkuat sistem pembiayaan penanggulangan bencana nasional melalui pendekatan yang mengintegrasikan penghimpunan, pengembangan, dan penyaluran dana.

    Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto menjelaskan PFB hadir sebagai jawaban atas keterbatasan pendanaan konvensional yang selama ini bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurutnya, program ini menjadi inovasi pembiayaan berkelanjutan untuk menyediakan dana yang tepat waktu, efektif, dan memadai.

    “Inovasi ini belum ada di negara manapun. Indonesia berani mengambil langkah nyata dengan menyatukan semua aspek dalam satu ekosistem, yaitu penghimpunan, pengembangan, dan penyaluran dana untuk penguatan penanggulangan bencana yang disertai penyaluran untuk perlindungan melalui asuransi bencana dan objek asuransi lainnya”, ujar Joko dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Joko menambahkan, PFB tidak hanya mendukung penguatan kegiatan penanggulangan di semua fase bencana, tetapi juga menyediakan perlindungan melalui transfer risiko, salah satunya dengan skema Asuransi Barang Milik Negara (ABMN). Asuransi ini penting untuk memperluas cakupan perlindungan finansial jika bencana menimbulkan kerusakan aset negara/daerah maupun kerugian ekonomi.

    Lebih lanjut, Joko menegaskan bahwa PFB tidak menggantikan mekanisme pendanaan yang sudah ada, melainkan melengkapi opsi yang tersedia, seperti dana siap pakai, hibah rehabilitasi dan rekonstruksi, serta bantuan tidak terduga.

    Dalam praktiknya, BPDLH menyiapkan pola kerja sama dengan pemerintah daerah dengan skema asuransi kebencanaan yang melibatkan sektor swasta untuk memperkuat PFB sebagai program dengan dukungan daerah. Selain itu, PFB juga membuka peluang kontribusi dari sektor swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Joko, mekanisme ini membuat CSR lebih terarah karena langsung tertuju pada kebutuhan kebencanaan untuk meningkatkan ketahanan bangsa terhadap perubahan iklim dan risiko bencana.

    Inovasi yang disampaikan dalam ajang Asia Disaster Management and Civil Protection Conference (ADEXCO) 2025 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, pada 10-13 September 2025 lalu ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021, Peraturan BNPB Nomor 1 Tahun 2024, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28 Tahun 2025, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2025. Dengan regulasi tersebut, PFB diproyeksikan menjadi instrumen strategis untuk memperkuat sistem pendanaan bencana nasional. Pada 2025, dana PFB akan dialokasikan untuk kegiatan pra-bencana, seperti peningkatan kesiapsiagaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial adaptif, serta membantu daerah menyiapkan Standar Pelayanan Minimal sub-urusan bencana baik dari aspek teknis maupun administratif.

    Lihat juga Video: Indonesia Targetkan 80 Juta Dolar AS di Pendanaan Pengurangan Emisi

    (prf/ega)



    Source link

    Share.