Jakarta –
Pansus DPRD Kabupaten Pati tengah menyoroti adanya dugaan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang janggal oleh Bupati Pati Sudewo. Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan, menyebut jika memang terbukti melanggar, kepala daerah itu bisa dikoreksi dalam mutasi yang tak sah tersebut.
“Sanksinya karena itu diatur dalam UU pemilihan, bagi yang masih calon kepala daerah bisa dibatalkan pencalonannya. Jika udah kepala daerah, tentu prosesnya masih panjang dan bentuk sanksinya macam-macam. Bisa dalam bentuk dilakukan koreksi terhadap keputusan mutasi sebelumnya,” ujar Irawan kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irawan menyebut proses hak angket menjadi kewenangan Pansus DPRD Kabupaten Pati. Sehingga, katanya, berbagai substansi temuannya, menjadi wewenang pansus untuk kemudian disimpulkan dan ditindaklanjuti.
“Terus setahu saya pansus tersebut dibentuk kaitannya dengan masalah kenaikan PBB. Kalau masalah mutasi ASN tentu berbeda lagi,” katanya.
Lebih lanjut, Irawan menjelaskan bahwa aturan kepala daerah tak boleh memutasi dalam 6 bulan pertama memang dianggap menyulitkan. Dia menyebut Komisi II DPR pernah meminta Kemendagri untuk memberikan kemudahan.
“Kalau (peraturan) itu sudah sering di Komisi II dibahas mengenai mutasi. Karena ada kebutuhan, proses teknisnya kami minta Mendagri dan BKN untuk mempercepat prosesnya. Ada banyak daerah. Makanya Kemendagri saat itu menyampaikan akan melakukan relaksasi,” katanya.
Kejanggalan Mutasi 89 ASN Pati
Sebelumnya, Pansus Hak Angket DPRD Pati menemukan kejanggalan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah Pati. DPRD menduga ada mutasi 89 aparatur sipil negara (ASN) di Pati yang dilakukan secara tidak sah.
Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, mengatakan pihaknya telah memanggil Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Pati terkait dengan mutasi jabatan yang dilakukan pada 8 Mei 2025 itu.
Menurut Bandang, mutasi dilakukan sebelum masa jabatan Bupati Pati Sudewo genap 6 bulan. Meskipun mutasi sebelum 6 bulan diperbolehkan, kata Bandang, mutasi seharusnya mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Itu dilakukan enam bulan sebelum Bupati Pati, enam bulan setelah pelantikan. Sebelum dari enam bulan, Bupati itu boleh melakukan mutasi jabatan asal mendapatkan izin dari Mendagri,” kata Bandang seperti dilansir detikJateng, Jumat (22/8).
Bandang menjelaskan, proses mutasi jabatan harus berproses secara bertahap. Mulai dari usulan Bupati, Gubernur, Badan Kepegawaian Negara (BKN), baru ke Mendagri. Namun, dia melihat kejanggalan karena surat dari BKN baru keluar pada tanggal 15 dan 16 Mei 2025.
“Ada 89 mutasi ada yang janggal, mutasi tanggal 8 Mei, izin keluar tanggal 8 Mei, tetapi izin BKN 15-16 Mei setelah mutasi izin keluar. Pertanyaan masyarakat bisa menilai ini bisa sah tidak,” sambungnya.
Selain soal mutasi, pansus juga mengundang warga yang complain soal pajak. Bandang mengatakan, warga tersebut harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mencapai 2.500 persen. Semula dari Rp 46 juta menjadi Rp 1 miliar.
(azh/jbr)