Bupati Sidoarjo Subandi memutasi 60 pejabat aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana menyatakan mutasi itu cacat prosedural dan dipaksakan.
Pergeseran jabatan itu meliputi pejabat tinggi hingga pejabat administrasi, termasuk sejumlah posisi strategis. Bupati Sidoarjo Subandi menegaskan mutasi dan rotasi adalah hal wajar dalam birokrasi.
“Kita lakukan secara adil, objektif, dan profesional,” kata Subandi dalam sambutannya, di Pendopo Pemkab Sidoarjo, dilansir detikJatim, Rabu (17/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa pejabat resmi menempati jabatan baru. Muhammad Ainur Rahman, yang sebelumnya menjabat Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, kini dilantik sebagai Kepala Bappeda Sidoarjo. Sementara Ahmad Misbahul Munir, yang sebelumnya memimpin Dinas Sosial, kini menjabat Kepala BKD Sidoarjo.
Pergantian juga terjadi di dinas lain. Kepala Dinas Perpustakaan Ridho Prasetyo bergeser menjadi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Posisi lamanya digantikan Rudi Setiawan yang sebelumnya menjabat Kepala DPMPTSP.
Pelantikan yang digelar di Pendopo Delta Wibawa itu menjadi sorotan karena tidak dihadiri Wakil Bupati (Wabup) Sidoarjo Mimik Idayana. Padahal undangan resmi dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sudah disampaikan sehari sebelumnya.
Sementara itu Wabup Mimik Idayana menilai pelantikan pejabat tersebut cacat prosedur. Menurutnya, sebagai pengarah Tim Penilai Kinerja (TPK), ia tidak pernah menerima laporan soal penilaian pejabat yang dimutasi.
“Sudah saya kirimkan surat permintaan progres kinerja TPK tanggal 16 September 2025, tapi sampai pelantikan digelar tidak ada laporan sama sekali. Saya kecewa dengan TPK,” ujar Mimik.
Ia juga mengaku tidak mengetahui siapa saja pejabat yang dimutasi. Informasi justru diperoleh dari media. “Saya tidak tahu sama sekali siapa pejabat yang akan dimutasi. Tahunya malah dari rekan-rekan media,” ucapnya.
Mimik menegaskan, masukan yang ia sampaikan dalam rapat TPK tidak diakomodasi. “Saya hanya dijadikan alat legitimasi bahwa prosesnya sudah benar, padahal faktanya tidak begitu. Kali ini saya sungguh kecewa dan tidak mau lagi ada toleransi,” katanya tegas.
Baca selengkapnya di sini
Halaman 2 dari 2
(idh/imk)