KPK menahan Hendarto (HD) selaku pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MA) dalam kasus pemberian kredit LPEI. Dalam kasus ini, Hendarto menggunakan uang kredit yang diberikan ke perusahaannya untuk judi.
“Saudara HD tidak menggunakan pembiayaan dimaksud sepenuhnya untuk kebutuhan dua perusahaan miliknya, melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti: pembelian aset, kendaraan, kebutuhan keluarga, hingga bermain judi,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2025).
“Informasi yang kami terima, hampir mencapai Rp 150 miliar yang digunakan untuk judi tersebut,” tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk operasional perusahaan hanya digunakan sebesar 3 persen dari total pinjaman untuk PT SMJL dan 16,4% dari total pinjaman PT SML. Asep menyebut hal itu menjadi ironi karena uang yang diberikan justru digunakan untuk hal yang tidak baik.
“Sementara peruntukan kebutuhan operasional PT SMJL hanya sebesar Rp 17 miliar atau sekitar 3,01% dari total pinjaman dan kebutuhan operasional PT MAS senilai USD 8,2 juta, sekitar Rp 110 miliar – berdasarkan kurs dollar di tahun 2015, atau sekitar 16,4% dari total pinjaman,” ucapnya.
KPK juga akan menelusuri lebih jauh terkait penggunaan uang untuk judi tersebut. Termasuk akan dicek apakah Hendarto berangkat ke negara lain untuk Judi.
“Jadi kita juga susuri apakah dia berangkat ke negara tetangga, tetangga yang paling dekat, yang sebelahnya atau yang sebelahnya lagi. Atau yang lebih jauh. Jadi yang jelas ini digunakan untuk judi,” ungkapnya.
Adapun dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tersangka dan langsung menahan Hendarto. Dalam kasus ini Hendarto berperan sebagai pemilik dari perusahaan yang menerima manfaat kredit LPEI.
“KPK kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka yakni saudara HD,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/8).
Hendarto diduga bersengkongkol dengan pejabat LPEI untuk memuluskan pencairan kredit. Dalam proses pembiayannya, PT SMJL memakai agunan kebun sawit di kawasan hutang lindung tanpa izin sah.
Kedua perusahaan itu mendapatkan pembiayaan atau fasilitas kredit dari LPEI berupa Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE). Untuk perkara Hendarto sendiri rugikan negara Rp 1,7 triliun.
“Berdasarkan penghitungan awal oleh penyidik, perkara ini diduga telah merugikan keuangan negara mencapai Rp 1,7 triliun,” ucapnya.
Sebelum Hendarto, KPK sudah lebih dulu menetapkan lima tersangka lain dalam kasus kredit fiktif. Kelimanya adalah Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN), kemudian Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal merangkap Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin (JM), lalu Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD) yang telah ditahan sejak Maret 2025.
Selanjutnya tersangka lainnya adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS). Kedua tersangka itu belum belum ditahan.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo menyebutkan LPEI memberikan kredit kepada 11 debitur. KPK mengatakan potensi kerugian negara dari pemberian kredit kepada 11 debitur itu berjumlah Rp 11,7 triliun.
Halaman 2 dari 2
(ial/jbr)