Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rudi Suparmono mengaku ditawari USD 1 juta oleh Agusrin Maryono Najamuddin agar ‘membantu’ perkara minyak goreng (migor). Rudi mengatakan pertama kali mengenal Agusrin saat lebaran di rumah Ketua Mahkamah Agung (MA).
Pengakuan itu disampaikan Rudi saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Duduk sebagai terdakwa ialah Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, hakim Djuyamto, hakim Agam Syarief Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
“Biar nggak mengira-ngira, tadi itu si Agusrin, Agusrin yang disebut itu Agusrin siapa ya? Apakah pengacara, pengusaha atau siapa gitu?” tanya hakim ad hoc Tipikor PN Jakarta Pusat, Andi Saputra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Nama lengkapnya juga saya nggak tahu Yang Mulia, yang saya kenali beliau ketika bertemu lebaran di rumah Pak Ketua Mahkamah Agung. Itu saja,” jawab Rudi.
“Profilnya beliau nggak?” tanya hakim.
“Ndak, saya minta maaf saya nggak kenali beliau sebagai apa,” jawab Rudi.
Hakim lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Rudi terkait duit tawaran dari Agusrin yang siap diambil. Rudi membenarkan isi BAP tersebut.
“Selanjutnya di BAP disebutkan bahwa ‘saya tidak pernah menerima tawaran dari Agusrin Maryono Najamuddin meskipun uang tersebut menurut Agusrin siap untuk diambil’. Benar ada statement itu?” tanya hakim.
“Betul, itu statement beliau,” jawab Rudi.
“Siap untuk diambil dari Agusrinnya?” tanya hakim.
“Dari beliau, iya,” jawab Rudi.
Dalam sidang ini, jaksa sebelumnya mendalami awal mula Agusrin menemui Rudi untuk menawarkan uang dan meminta bantuan terkait perkara migor. Rudi mengatakan Agusrin menemuinya pada April 2024.
“Kemudian saya langsung di BAP saudara di tanggal 5 Mei 2025 ya di poin 8. Saudara menjelaskan di bulan April 2024 pada saat saudara baru melantik sebagai ketua PN, saudara pernah ditemui oleh seseorang yang bernama Agusrin Maryono? Bisa dijelaskan Pak kronologisnya dan kepentingannya apa?” tanya jaksa.
“Saya kembali juga ke BAP saya, beliau sejatinya saya kenali baru saja ketika saat itu ada lebaran di rumah pimpinan dan kita kenalan. Nah kemudian ketika saya jabat itu awal, beliau mengenalkan diri, datang ke ruangan. Dan beberapa waktu kemudian datang lagi ke ruangan, saya tanggal persisnya, mohon maaf saya lupa, tapi awal beliau datang itu memang untuk mengasihkan ucapan selamat, memberi ucapan selamat ke saya,” jawab Rudi.
“Nah setelah itu beberapa kesempatan kemudian masih kesempatan kedua atau ketiga beliau datang. Beliau menyampaikan soal adanya perkara yang sedang ditangani, CPO,” imbuh Rudi.
“Lebih spesifik perkara apa pak yang disampaikan Agusrin itu?” tanya jaksa.
“Ndak langsung fokus ke korporasi atau apa, tapi dia bilang berkaitan dengan CPO,” jawab Rudi.
Rudi mengatakan Agusrin meminta bantuan terkait perkara minyak goreng. Rudi mengklaim Agusrin tak menjelaskan detail bantuan yang diminta.
“Sepemahaman saudara kata atau makna mohon dibantu itu seperti apa?” tanya jaksa.
“Saat itu saya nggak nanya secara langsung keinginannya apa, karena memang beliau juga nggak lama di ruangan, hanya itu saja. Dan kemudian saya tidak mencermati itu sebagai sesuatu yang kemudian harus A, harus B, harus C. Saya hanya tahu itu mohon dibantu saja,” jawab Rudi.
Rudi mengatakan Agusrin datang lagi menemuinya dan memberikan tawaran. Dia menyebutkan Agusrin menawarkan USD 1 juta atau setara Rp 16,3 miliar berdasarkan kurs saat ini untuk membantu perkara minyak goreng.
“Saat itu beliau menawarkan ke saya uang 1 juta dolar (USD),” jawab Rudi.
“Apa permintaannya pak?” tanya jaksa.
“Bantuan tadi,” jawab Rudi.
Jaksa mendalami permintaan bantuan yang diinginkan Agusrin dengan tawaran USD 1 juta tersebut. Rudi mengaku tak berkomentar apapun saat itu.
“Konteks dibantunya apa? Diputus bebas misalkan?” tanya jaksa.
“Ndak ada sama sekali, nggak bicara soal itu,” jawab Rudi.
“Jadi kalau dibantu itu 1 juta USD pemahaman saudara masak tidak bertanya pak?” tanya jaksa.
“Saat itu saya tidak kejar untuk bertanya, saya hanya mendengar saja apa yang disampaikan,” jawab Rudi.
“1 juta USD kan cukup besar pak,” ujar jaksa.
“Betul, cukup besar, dan saat itu saya tidak komentar apa pun,” jawab Rudi.
Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.
Total suap yang diterima para terdakwa diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut. Mereka juga sudah menjadi tersangka.
Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Rudi sendiri merupakan terdakwa kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera yang diadili di PN Surabaya. Saat suap vonis bebas Ronald terjadi, Rudi merupakan Ketua PN Surabaya. Kini, Rudi juga telah divonis 7 tahun penjara.
Halaman 2 dari 3
(mib/wnv)