Jakarta

    Jaksa menghadirkan satpam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Mohammad Sofyan sebagai saksi kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor) untuk terdakwa hakim Djuyamto. Sofyan mengatakan dirinya pernah dititipi tas berisi duit hingga cincin oleh Djuyamto.

    Sofyan mengatakan Djuyamto, yang sebelum menjadi tersangka merupakan hakim PN Jaksel, menitipkan tas itu untuk diberikan ke Edi yang merupakan sopirnya. Namun, tas itu tak sempat diberikan ke Edi dan diserahkan ke penyidik Kejaksaan Agung.

    “Mas Edi itu siapa?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



    “Driver beliau, langsung dia (Djuyamto) pergi, Pak,” jawab Sofyan.




    “Kemudian kapan saudara menyampaikan tas itu ke Pak Edi?” tanya jaksa.

    “Saya kalau tidak salah hari Rabunya pak, hari Rabunya saya ke Gedung Kejaksaan,” jawab Sofyan.

    Sofyan mengatakan Djuyamto tak memberi tahu isi tas tersebut saat menitipkannya. Dia mengaku baru mengetahui isi tas itu saat dibuka di hadapan penyidik Kejaksaan.

    “Terkait isi tas itu, saudara pernah membuka atau diberitahu isi tas itu apa?” tanya jaksa.

    “Tidak, itu di depan penyidik pak,” jawab Sofyan.

    Sofyan mengaku lupa berapa jumlah uang di dalam tas tersebut. Namun, dia mengatakan tas yang dititipkan Djuyamto itu berisi uang dalam pecahan dolar Singapura, rupiah, dua ponsel hingga cincin batu.

    “Kalau tidak salah ya pak, uang dolar Singapura, untuk jumlahnya saya sudah lupa, Pak. Ada uang rupiahnya juga, terus dua buah handphone sama cincin batu. Itu saja yang saya tahu, yang saya ingat,” jawab Sofyan.

    Djuyamto merupakan ketua majelis hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng dengan terdakwa korporasi. Djuyamto dkk memberi vonis lepas kepada para terdakwa. Belakangan, terungkap dugaan suap di balik vonis lepas itu.

    Kejagung pun menetapkan Djuyamto bersama dua hakim anggotanya, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom, sebagai tersangka. Selain itu, Kejagung juga menetapkan eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan sebagai tersangka.

    Mereka kemudian didakwa menerima suap total Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

    Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara para terdakwa. Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

    Halaman 2 dari 3

    (mib/haf)







    Source link

    Share.