Jakarta –
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli mengaku setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pemilu nasional dan daerah dipisah. Doli menilai pemisahan pelaksanaan pemilu akan menghindari kejenuhan masyarakat.
“Saya termasuk orang yang setuju dengan putusan itu, karena saya memang berpandangan, sebenarnya pemilihan 5 kertas suara dalam hari yang sama itu sangat merumitkan,” ujar Doli kepada wartawan, Kamis (26/6/2025).
Anggota Komisi II DPR RI ini mengatakan pemilu nasional dan daerah digelar serentak akan sangat beririsan. Selain itu, masyarakat akan kesulitan untuk menilai secara objektif calon-calon anggota legislatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Itu yang saya katakan tadi merumitkan itu, merumitkan penyelenggaraan dan juga bisa menimbulkan kejenuhan di masyarakat kita. Karena dalam waktu satu tahun itu dipaksakan mereka untuk menjadi berpikir politik gitu ya,” ujarnya.
Meski begitu, Doli menyebutkan, pemisahan pemilu nasional dan daerah perlu dikaji lebih dalam. Khususnya, menurut dia, perlu aturan transisi mengenai masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD.
“Kalau kepala daerah mungkin bisa jadi ada penunjukan penjabat, tapi juga bisa sebetulnya kalau memang ini disepakati secara nasional bisa juga diperpanjang. Jadi dalam peraturan peralihannya nanti disebutkan ini diperpanjang,” ujar dia.
“Nah, sama kalau misalnya kepala daerah bisa diperpanjang ya bisa jadi juga, perlu menjadi salah satu alternatif. Alternatif mungkin bisa jadi yang anggota DPRD-nya juga diperpanjang,” lanjut dia.
Lebih lanjut, Doli pun mendorong agar revisi UU Pemilu, Pilkada, serta Partai Politik segera dibahas oleh DPR dan pemerintah. Sebab, menurut dia, sudah banyak putusan-putusan MK menganulir aturan yang ada saat ini.
“Putusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi alasan kuat untuk segeralah pemerintah bersama DPR melakukan pembahasan terhadap undang-undang pemilu dan Pilkada,” paparnya.
“Putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah beberapa kali diputuskan itu banyak merubah substansi dalam undang-undang itu, dan perintahnya meminta supaya pembentuk undang-undang segera melakukan rekayasa konstitusi dan revisi undang-undang itu,” sambungnya.
Doli juga mendorong agar pelaksanaan Pilpres dan Pileg DPR RI digelar terpisah. Hal itu, menurut dia, sebagaimana pernah dilaksanakan pada Pemilu 2004 dan 2009.
“Sebetulnya kalaupun mau ideal Pilpres dan Pileg DPR-DPD RI itu pun sebaiknya tidak harus di hari yang sama. Di tahun yang sama, tetapi di bulan yang berbeda,” katanya.
Dia menilai pelaksanaan Pilpres dan Pileg DPR RI digelar terpisah agar masyarakat tidak hanya terfokus pada pilpres. Dia juga mengusulkan agar pelaksanaan Pilpres dan Pileg dengan tanggal pelantikan tidak terlalu jauh jaraknya.
“Saya kira pelaksanaan Pilkada 2004-2009 itu menurut saya lebih ideal. Jadi pilegnya dulu ya kan bulan April, terus kemudian pilpresnya di bulan Juli, walaupun kemudian ada puteran kedua di bulan September,” tuturnya.
“Orang-orang fokusnya ke pilpres, dan kemudian jarak antara terpilihnya seorang presiden terpilih dengan pelantikan juga terlalu jauh, 8 bulan, antara Februari ke Oktober,” imbuh dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
Tonton juga “DPR Soal Kampus Kelola Tambang: Agar Punya Kemampuan Kelola Keuangan” di sini:
(amw/dek)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini