Fraksi Partai NasDem DPR mendukung pemekaran daerah atau pembukaan kembali Daerah Otonomi Baru (DOB). Namun, NasDem menilai perlu adanya standar ketat dalam pemekaran DOB.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, dalam Focus Group Discussion (FGD) Fraksi Partai NasDem, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Rifqinizamy mengatakan pihaknya telah menerima banyak aspirasi mengenai DOB.
“Aspirasi masyarakat harus kita dengar, dan tidak boleh kita ambangkan. Dalam kunjungan kita ke daerah, salah satu yang paling banyak ditanyakan adalah pemekaran daerah. Karena ini sudah terlalu banyak, menurut saya DPR dan pemerintah harus segera memberi kepastian,” ujar Rifqi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua DPP Partai NasDem ini mengatakan meski antusiasme usulan DOB tinggi, tetapi masih banyak yang belum mempertimbangkan kesiapan fiskal dan potensi ekonomi daerah. Salah satunya, kata dia, adanya daerah yang mengajukan pemekaran hanya karena alasan politis atau semangat lokal.
“Kadang kala masyarakat di daerah tidak mengukur baju. Mereka ingin punya kabupaten atau provinsi, tapi tidak menghitung finansialnya,” ujarnya.
“Ada yang sekadar berharap karena punya sumber daya alam seperti minyak atau batubara, tapi tidak memahami bahwa pengelolaan dan penerimaan negara dari sumber daya itu tidak otomatis membuat daerah bisa mandiri,” sambung Rifqi.
Rifqi menekankan perlunya kepastian melalui dua Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan UU Nomor 23 Tahun 2014, yakni desain besar penataan daerah dan daftar kabupaten/kota serta provinsi yang layak dimekarkan. Rifqi pun memperkenalkan istilah merdeka fiskal, yang merupakan pemekaran hanya boleh dilakukan jika daerah mampu hidup mandiri tanpa tergantung transfer pusat.
Ditemui terpisah usai acara, Rifqi mengatakan ada sejumlah poin yang menjadi catatan dalam usulan pemekaran daerah. Salah satunya, kata dia, perlu indikator yang jelas.
“Tentu indikatornya harus dibuat ketat dan objektif. Sehingga siapapun yang membaca indikator itu, orang tidak menjadi berdebat,” ujarnya.
“Contoh, jumlah penduduk, luas wilayah. Luas wilayah ini bukan hanya wilayah daratan tapi juga lautan. Kemudian potensi pendapatan asli daerah. Sehingga kalau kemudian dia menjadi satu daerah otonomi baru, maka kemudian dia punya kemandiran fiskal,” sambungnya.
Sebab itu, dalam UU seluruh usulan DOB nantinya tak serta merta akan langsung menjadi DOB. Namun, juga menjadi daerah persiapan otonomi baru.
“Jadi ada daerah persiapan kota, ada daerah persiapan kabupaten, ada daerah persiapan provinsi yang cukup dibentuk dengan PP. Tetapi untuk membentuk atau melangkah ke situ, dua PP ini harus diterbitkan terlebih dahulu,” paparnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik, menyebut saat ini usulan DOB masih terus diterima oleh pemerintah. Dia memastikan pemerintah tak pernah melakukan moratorium usulan pemekaran DOB.
“Kami tidak pernah melakukan moratorium usulan pemekaran. Sampai hari ini ada 341 usulan. Jadi, usulannya tidak moratorium, pemekarannya yang moratorium,” katanya.
Sementara itu, pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan menilai pemekaran tak dapat dilihat sebagai solusi tunggal. Dia menilai konsep penataan daerah juga perlu mencakup opsi penggabungan wilayah yang tak mampu mandiri.
“Desentralisasi itu intinya pusat memberikan kewenangan ke daerah. Makin dekat dengan rakyat makin bagus, makin cepat pelayanan itu. Tapi otonomi tidak sekadar birokrasi, melainkan bagaimana masyarakat lokal bisa berinovasi dan daerah menjadi unggul,” tuturnya.
Simak juga Video: Perbedaan Antara Daerah Istimewa dan Daerah Pemekaran
Halaman 2 dari 2
(amw/rfs)