Jakarta

    Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang mencapai 5,12% (YoY) mendapat respons dari kalangan ekonom.

    Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko menegaskan data tersebut memberikan tiga sinyal penting bagi perekonomian nasional. Kinerja perekonomian nasional pada kuartal II-2025 sedikitnya memberikan tiga sinyal penting yang membantah beragam kekhawatiran masyarakat.

    “Ada tiga hal yang menarik dari pengumuman BPS, sekaligus memberikan sinyal baik bagi perekonomian ke depan,” ujar Christiantoko, dalam keterangan tertulis, Rabu (6/8/2025).


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    Ketiga indikator tersebut, yakni belanja masyarakat yang diperlihatkan melalui konsumsi rumah tangga, industri pengolahan, dan investasi atau pembentukan modal tetap bruto. Seperti diumumkan BPS kemarin, perekonomian nasional yang ditunjukkan melalui Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 5,12% secara tahunan (YoY).

    Pertama, kata dia, soal kinerja konsumsi masyarakat yang tumbuh 4,97% (yoy). Dibanding pertumbuhan kuartal I 2025 dan kuartal II 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tampak semakin menguat.

    “Kinerja konsumsi masyarakat yang positif tersebut sekaligus menepis anggapan bahwa daya beli masyarakat sedang turun,” tukas Christiantoko.

    Christiantoko menguraikan penilaian tersebut juga dibuktikan melalui survei penjualan eceran yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), seperti ditunjukkan melalui Indeks Penjualan Riil (IPR) yang masih ada di atas angka 200 (<100 = pesimis; >100= optimis). Bahkan untuk proyeksi Juni 2025, diperkirakan indeksnya sebesar 233,7, lebih tinggi dari realisasi bulan sebelumnya yang sebesar 232,4.

    Lebih lanjut, Christiantoko mengungkapkan secara keseluruhan simpanan masyarakat di bank pada Mei 2025 seperti dicatat oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga mengalami pertumbuhan 4,02% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi Rp 9.109 triliun. Pada Mei 2024, total nilainya sebesar Rp 8.757 triliun.

    Secara parsial, simpanan dengan isi rekening rata-rata di bawah Rp 100 juta per rekening, tumbuh 3,75%. Perkembangan ini, kata Christiantoko mengisyaratkan masyarakat masih punya uang dan daya belinya tetap terjaga.

    “Kemungkinan yang terjadi adalah pola belanja yang mengalami perubahan, sehingga memunculkan istilah ‘Rojali’ atau rombongan jarang beli dan ‘Rohana’ atau rombongan hanya nanya-nanya,” papar Christiantoko.

    Kedua, kinerja industri pengolahan, lapangan usaha yang per Februari 2025 menyerap 19,6 juta tenaga kerja, tiga terbesar setelah sektor pertanian dan perdagangan. Pada kuartal II-2025, sektor ini tumbuh 5,68% secara tahunan.

    Bukan hanya lebih baik dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, namun pencapaian itu merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir atau sejak 2022.

    “Membaiknya kinerja sektor pengolahan ini merupakan kabar bagus, karena diharapkan memberikan gairah terjadinya reindustrialisasi ke depan,” kata Christiantoko.

    Ketiga, yang menarik adalah perkembangan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Pada kuartal II-2025, komponen ini tumbuh 6,99% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

    Bahkan merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Jika dilihat dari jenis aset yang diinvestasikan, ungkap Christiantoko, komponen mesin dan perlengkapan menjadi pemicu utama dari kenaikan komponen investasi.

    Di kuartal II 2025, investasi untuk aset mesin dan perlengkapan tumbuh 25,30% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
    Perkembangan tersebut selaras dengan peningkatan yang cukup impresif di sisi produksi industri mesin dan perlengkapan yang mampu tumbuh 18,75% dan menjadi yang tertinggi dalam 24 tahun terakhir.

    “Tentu ini kabar baik, karena ekonomi kita didorong tidak hanya oleh konsumsi masyarakat, tetapi juga investasi pada alat produksi,” tegas Christiantoko.

    Menurut Christiantoko, kinerja investasi tersebut selaras dengan pengumuman BPS sebelumnya, yakni tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2025, yang turun menjadi 4,76% dibandingkan Februari 2024 yang sekitar 4,82%. Kenaikan investasi merupakan potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja.

    Karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah tidak lengah dengan data-data yang dipublikasikan oleh BPS tersebut.

    “Momentum pertumbuhannya harus dijaga, jangan sampai kendor. Terutama untuk konsumsi rumah tangga dan investasi yang keduanya berkontribusi lebih dari 70% terhadap perekonomian nasional,” pungkasnya

    (prf/prf)



    Source link

    Share.