Jakarta –
Kejaksaan Tinggi Bengkulu menetapkan tersangka baru kasus dugaan korupsi tambang batu bara. Mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi (SSH) menjadi tersangka baru kasus ini.
“Penyidik Kejaksaan Tinggi Bengkulu telah menetapkan tersangka dengan inisial SSH dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tambang batu bara,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna kepada wartawan di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2025).
Dia mengatakan Sunindyo terjerat perkara ini saat menjabat sebagai Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian selaku Kepala Inspektur Tambang periode April 2022 sampai dengan Juli 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Total tersangka dalam kasus ini berjumlah sembilan orang. Total estimasi kerugian negara dari perkara tersebut sekitar Rp 500 miliar.
“Perkara ini sebelumnya sudah ditetapkan ada sebanyak 8 tersangka dan untuk hari ini berarti tambah 1, (jadi) 9 tersangka. Dengan total estimasi kerugian negara sekitar Rp 500 miliar,” ucapnya.
Para tersangka diduga melakukan manipulasi data uji mutu batu bara untuk menghindari pembayaran royalti tambang.
Para 9 Tersangka
Adapun sembilan tersangka dalam kasus ini ialah Komisaris Tunas Bara Jaya Bebby Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana Saskya Hussy, Direktur Utama Tunas Bara Jaya Julius Soh, Marketing PT Inti Bara Perdana Agusman, Direktur Tunas Bara Jaya Sutarman, Direktur PT Samban Mining Edhie Santosa, Kepala Cabang PT Sucofindo Bengkulu Iman Sumantri, Komisaris PT Samban Mining David Alexander Yuwono, dan mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi.
Sebelumnya, Aswas sekaligus Ketua Tim Penyidik Kejati Bengkulu, Andri Kurniawan, mengatakan tersangka David Alexander diduga terlibat melakukan kongkalikong dengan PT Sucofindo cabang Bengkulu. Dia mengatakan manipulasi itu menyebabkan kerugian negara.
“Untuk DA ini adalah satu komisaris, kebetulan yang bersangkutan secara aktif, terlibat di dalam proses penambangan batu bara yang kami juga menemukan kerugian keuangan negara,” ujar Andri.
Dia mengatakan manipulasi diduga dilakukan untuk kualitas hingga data batu bara pada periode 2022-2023. Manipulasi diduga dilakukan agar perusahaan tak membayar royalti dan kewajiban lain terkait pertambangan batu bara kepada negara.
“Menghindari pembayaran royalti dan juga ada beberapa kewajiban-kewajiban terhadap negara termasuk pajak dan segala macam,” ujarnya.
(jbr/jbr)