Jakarta –
Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Anggota Baleg, Sugiat Santoso, menyinggung film di Indonesia tidak memiliki nilai-nilai Pancasila.
Sugiat mulanya menyampaikan strategi mempedomani Pancasila dalam kehidupan bisa dari ranah pendidikan hingga ke konten digital. Ia menyebut di RUU PIP nantinya harus mengatur soal itu.
“Misalnya dalam konteks pertarungan darat bagaimana cara kita berbangsa, sebagai individu, sebagai organisasi, sebagai lembaga negara, itu unsur Pancasilanya adalah fardu ain, kalau dalam terminologi fikih Islam wajib, kalau nggak ada dosa gitu kan, bagaimana caranya? Nggak apa-apa kalau kita harus belajar misalnya dari Orde Baru,” kata Sugiat dalam Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/3025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sugiat mencontohkan kriteria tak naik kelas di zaman dulu jika nilai pelajaran moral Pancasila kurang dari enam. Menurutnya hal itu bisa dipertimbangkan lagi ke depannya.
“Kalau dulu kan Orde Baru itu memaksa walaupun sesungguhnya memaksa yang positif, misalnya kalau dulu, nggak apa-apa nanti didrafkan lagi. Kalau nggak nilai ke 6 ke atas, mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, nggak naik kelas. Saya pikir itu bisa diperlakukan lagi kan,” ujar Sugiat.
“Ada lagi misalnya konteks bagaimana rekrutmen PNS, rekrutmen BUMN, rekrutmen perusahaan swasta, dipastikan dulu ideologinya, ada temuan, banyak sekali temuan banyak sekali rekrutmen BUMN kecolongan ideologi ekstrem kanannya banyak yang masuk. Kan saya pikir ini nggak boleh terulang lagi,” ucapnya.
Sugiat lantas menyoroti strategi sosialisasikan Pancasila lewat konten digital. Ia menyinggung negara China yang bisa mendoktrin rakyatnya lewat film sebagai sebuah negara besar dan adidaya.
“Banyak sekali pertarungan ideologi, Pak, itu pelurunya adalah konten-konten media digital sekarang. Itu juga nggak pernah dibahas oleh bangsa ini. Kita belajar misalnya China, bagaimana membangun ideologinya, filmnya itu Ip Man itu, itu doktrin ideologi. Bagaimana China mendoktrin rakyatnya bahwa mereka bisa mengalahkan Amerika dalam konteks bela diri, mereka bisa mengalahkan Jepang, mereka bisa mengalahkan bangsa-bangsa besar,” kata Sugiat.
Legislator Gerindra ini membandingkan dengan film Indonesia yang disebut tak Pancasilais. Ia menyinggung sejumlah film hantu seperti ‘Suster Ngesot’ yang tak pancasilais.
“Kita nggak ada, Pak, film kita, nggak Pancasilais semua, Pak, filmnya suster ngesot, film hantu-hantu yang tidak ada Pancasilaisnya. Yang saya pikir itu nanti BPIP bisa masuk ke situ ya, Pak, perang ideologinya itu harus strateginya harus holistik integral kan,” ungkap dia.
Sugiat juga menyoroti musik di Indonesia yang dinilai tak berunsur Pancasila. Ia menyinggung musisi yang belakangan berkonflik, tetapi tak introspeksi diri terkait sumbangsih untuk negara.
“Begitu juga dengan musik-musik. Kemarin berantem seniman, artis, musik, pencipta lagu. Saya malah bingung sebetulnya berpikir nggak mereka, bahwa produk mereka itu punya sumbangsih besar terhadap bangsa ini,” ujar Sugiat.
“Produk mereka itu kan bagaimana meninabobokkan generasi kita dalam konteks percintaan, bisa dalam konteks percintaan, bunuh diri, itu kan nggak Pancasilais, nggak mental pejuang kan. Saya pikir itu nanti seperti itu juga pertarungan digitalnya, baik yang tadi disebutkan, nanti itu diatur,” imbuhnya.
(dwr/lir)