Jakarta

    Kementerian Kebudayaan RI melalui Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan (Ditjen PPPK) menggelar ‘Sasana Sastra: Membaca 80 Tahun Indonesia’, pertunjukan lintas medium yang merayakan kekuatan kata-kata sebagai rekaman perjalanan bangsa.

    Diselenggarakan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki pada Jumat (22/8), acara yang digelar dalam rangka memperingati delapan dekade perjalanan bangsa ini dihadiri lebih dari 500 penonton lintas generasi. Acara ini menampilkan kolaborasi lintas generasi antara pejabat negara, sastrawan, dan seniman.

    Fadli menyampaikan sastra, khususnya puisi, telah menjadi bagian dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejak zaman Pujangga Lama, Pujangga Baru, Balai Pustaka, Angkatan 45, dan juga Angkatan 66, puisi selalu menjadi bagian dari perjalanan dan merekam potret perjalanan bangsa.


    SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

    “Saya berharap, semoga program Sasana Sastra: Membaca 80 Tahun Indonesia malam ini akan memberi kesempatan penting, penghormatan kita kepada para tokoh bangsa yang mengawal perjalanan bangsa Indonesia dengan beragam ekspresi dan kemampuan terbaik mereka. Apapun latar belakang kita pada malam hari ini, dan di manapun kita duduk atau berdiri, semoga semangat kita tidak akan mudah goyah untuk memperkokoh kebangsaan kita,” ujar Fadli dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/8/2025).

    “Kementerian Kebudayaan, tentu akan ikut membangun ekosistem sastra kita agar bisa kembali hidup dan maju, dalam rangka mengawal hari-hari ke depan menuju Indonesia Emas 2045,” imbuhnya.

    Selepas sambutan, Fadli bersama Menteri Agama, Nasaruddin Umar dan Kepala Perpustakaan Nasional, Aminudin Aziz, ikut membacakan puisi. Fadli
    membacakan puisi miliknya sendiri yang berjudul ‘Untukmu Bung Tomo’. Puisi ini ditulis 40 tahun lalu, tepatnya pada 10 November tahun 1985, saat berusia 15 tahun, untuk seorang pejuang yang penting di dalam sejarah Indonesia.

    Sedangkan Nasaruddin membacakan dua puisi berjudul ‘Tuhan, Kita Begitu Dekat’ karya Abdul Hadi WM, dan ‘Sajak Atas Nama’ karya K.H. Mustofa Bisri. Selain itu, ia juga membacakan catatan berjudul ‘Ketika Algoritma Lebih Kuat Dari Wahyu’ yang ditulis saat berada di kaki Kabah.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra menyatakan berkat dorongan Fadli, puisi dan karya sastra saat ini seperti kembang di musim semi. Karya sastra memberi warna menuju jalan pemajuan kebudayaan, serta mengeluarkan harum bagi langkah pembangunan peradaban.

    “Dalam Sasana Sastra: Membaca 80 Tahun Indonesia, kita mengalami puisi sebagai jiwa bangsa. Mulai dari sorak sorai masa revolusi sampai suara lirih dan nyanyi sunyi. Dari ledakan imaji masyarakat urban Sampai saripati masyarakat adat dan pinggiran. Puisi menerangi relung-relung keindonesiaan tidak pernah selesai menerjemahkan kemerdekaan,” ucap Mahendra.

    Rangkaian Acara Sasana Sastra

    Dibagi dalam enam babak, Sasana Sastra: Membaca 80 Tahun Indonesia menghadirkan keragaman wajah Indonesia. Mulai dari puisi perlawanan kolonial (Iman Soleh), proklamasi 1945 (Jose Rizal Manua), kemerdekaan yang tak selesai (Rania Yamin), spiritualitas dan kebangsaan (Menteri Agama Nasaruddin Umar), suara perempuan (Happy Salma), ekologi dan lingkungan (Taufiq Ismail), suara adat dan minoritas (Menteri Kebudayaan Fadli Zon), diaspora (Esha Tegar Putra & Andhini Puteri), hingga generasi digital (puisi hip-hop oleh Iwa K).

    Selain pembacaan puisi, acara ini juga menampilkan musikalisasi puisi oleh Reda Gaudiamo dengan arahan musik oleh Ricky Surya Virgana dari White Shoes and The Couples Company, serta pertunjukan performatif berupa tari oleh Siko Setyanto, dan pantomim.

    Melengkapi perayaan malam ini, Kemenbud juga memperkuat ekosistem sastra di Indonesia. Upaya ini berjalan seiring dengan inisiatif seperti Program Manajemen Talenta Nasional Seni Budaya (MTN Seni Budaya), Penguatan Festival Sastra, Penguatan Komunitas Sastra, Penerjemahan Karya Sastra, Lab Penerjemah, dan Lab Promotor Sastra.

    Kemenbud berharap sastra Indonesia tidak hanya tumbuh secara kuantitatif, tetapi juga berakar kuat secara kultural, melahirkan generasi baru yang mampu membaca masa lalu sekaligus mentransformasikannya menjadi energi kreatif untuk masa depan.

    Sebagai informasi, pada kegiatan ini, turut hadir antara lain Grace Fadli Zon, Kepala Perpustakaan Nasional RI, Aminudin Aziz, Inspektur Jenderal Kementerian Kebudayaan, Fryda Lucyana, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Ismunandar, Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Annisa Rengganis, Deretan Eselon 1 dan 2 Kementerian Agama, Deretan Eselon 2 Kementerian Kebudayaan, ⁠Taufik Ismail, Happy Salma, dan ⁠Iwa K.

    Hadir pula deretan sastrawan antara lain Nissa Rengganis, Taufiq Ismail, Jose Rizal Manua, Iman Soleh, Happy Salma, Rania Yamin, Andhini Puteri, dan Esha Tegar Putra.

    (prf/ega)



    Source link

    Share.