COVENTRY – Para ilmuwan telah berhasil mengembangkan cara untuk meniru fotosintesis tanpa tumbuhan. Terobosan tersebut menjadi suatu langkah besar yang memungkinkan adanya kehidupan di Mars.

    Seperti dilansir dari Science Focus, Selasa (26/12/2023), proses fotosintesis tanpa tumbuhan melibatkan pengumpulan energi Matahari dan menyimpannya dalam ikatan kimia, seperti baterai.

    Pada dasarnya, ini berarti menangkap cahaya dan mengubahnya menjadi bahan kimia yang berguna dan dapat menghasilkan produk kaya energi seperti yang dilakukan oleh tumbuhan.

    Menurut Dr Katharina Brinkert, profesor di Universitas Warwick, prosesor konversi energi yang berhasil diciptakan ini dapat melengkapi sistem pendukung kehidupan di habitat luar angkasa.

    Inovasi ini diklaim dapat membantu manusia bertahan hidup di planet Mars. Di mana di planet merah itu dan tempat lain di luar angkasa, cahaya dari Matahari adalah sumber energi utama.

    Para ilmuwan di Universitas Warwick, termasuk Brinkert, berada di balik pengembangan ini. Mereka bekerja sama dengan ESA, Institut Teknologi Georgia (AS), dan Pusat Teknologi Luar Angkasa Terapan dan Pusat Gayaberat Mikro di Jerman.

    Lam melakukannya, para ilmuwan menggunakan semikonduktor, yang dapat menyerap cahaya dengan cara yang sama seperti klorofil yang merupakan pigmen hijau pada daun tumbuhan.

    Setelah disimpan, para ilmuwan mengubah energi Matahari secara langsung, menggunakannya untuk memecah senyawa seperti air menjadi oksigen dan hidrogen.

    Di ruang angkasa, oksigen sangat penting untuk pernapasan, sedangkan hidrogen dapat digunakan untuk membuat bahan bakar termasuk untuk pesawat ruang angkasa.


    Follow Berita Okezone di Google News


    Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
    ORION, daftar sekarang dengan
    klik disini
    dan nantikan kejutan menarik lainnya

    Prosesnya, menurut para ilmuwan, tidak memerlukan infrastruktur industri besar atau bahkan listrik agar dapat berfungsi karena proses ini menghasilkan listrik secara internal.

    Terlebih lagi, ia dapat menghasilkan molekul lain bergantung pada semikonduktor yang mereka gunakan.

    Para ilmuwan berharap dapat menggunakan metode ini untuk mengubah karbon dioksida di atmosfer menjadi bahan bakar surya. Meskipun konsentrasi gas di atmosfer bumi relatif kecil, hal ini dapat berperan dalam upaya melawan perubahan iklim.

    Proses konversi energi tersebut akan diujicobakan pada roket pada akhir tahun 2024 atau tahun 2025. Selama misi tersebut, roket yang berisi eksperimen akan terbang menuju batas luar angkasa dan kemudian kembali setelah lima hingga enam menit dalam gayaberat mikro.

    Para ilmuwan berharap, jika berhasil, proses ini akan dapat diterapkan pada kehidupan di Mars dan Bumi. Hal ini, menurut Brinkert, akan melibatkan para ahli dari berbagai bidang dalam apa yang disebutnya sebagai “Proyek Manhattan untuk tantangan energi”.

    “Saya pikir ada banyak hal yang bisa dipelajari satu sama lain karena banyak masalah yang kita hadapi dalam [perjalanan] luar angkasa begitu mendesak sehingga kita tidak bisa pergi ke luar angkasa kecuali kita sudah menyelesaikannya,” kata Brinkert.

    “Pada akhirnya kita mencoba memecahkan masalah yang sama, dan di bumi kita memerlukan sumber energi yang lebih efisien, andal, dan berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim.  Dan, di sisi lain, jika ingin melakukan eksplorasi ruang angkasa yang lebih besar ke Bulan dan Mars, kita memerlukan sumber energi yang efisien, andal, dan berkelanjutan,” lanjutnya.



    Source link

    Share.