Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Cetak Gol Kemenangan Brighton, Jack Hinshelwood Catat Comeback Manis

    November 23, 2025

    Burngreave United Juara Asian Champions League 2025 di Jakarta : Okezone Bola

    November 23, 2025

    Gagalkan Penalti Brentford, Bart Verbruggen Dipuji Hurzeler

    November 23, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Transisi Jabatan Anggota DPRD dalam Pemilu Nasional dan Lokal

    Transisi Jabatan Anggota DPRD dalam Pemilu Nasional dan Lokal

    PewartaIDBy PewartaIDNovember 9, 2025No Comments7 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Meskipun dalam kenyataannya tidak semua jabatan adalah jabatan pemerintahan, namun makna dasar kata ambtenaar yang dipelajari dalam hukum administrasi negara selalu berkaitan dengan jabatan pemerintahan. Pemerintahan berarti proses, cara atau lebih dikenal dengan istilah governance. Governance adalah cara mengatur, menjalankan atau mengelola suatu organisasi dan sistem pemerintahan. Hal ini yang membedakannya dengan arti pemerintah. Pemerintah menunjuk pada institusi atau lembaga.


    Jika digabung arti kata pejabat pemerintahan yang berakar pada kata ambtenaar, mempunyai arti subyek atau pejabat yang mengelola pemerintahan. Dalam konteks ini, Anggota DPRD termasuk dalam jenis jabatan apa dalam hukum administrasi negara? Sebelum masuk ke jenis jabatannya, DPRD termasuk dalam jenis lembaga apa? 

    Pasal 1 angka 4 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa; DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Sedangkan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (Pasal 1 angka 2 UU 23/2014). Dengan demikian, jabatan anggota DPRD adalah jabatan pemerintahan.



    Dalam Negara hukum yang demokratis, suatu jabatan pemerintahan memiliki durasi atau tenggang waktu yang disebut dengan masa jabatan. Rata-rata masa jabatan publik, terutama yang dipilih melalui Pemilu adalah lima (5) tahun. Hal ini dilakukan untuk membatasi kekuasaan supaya tidak ada potensi penyalahgunaan wewenang. Sebab kekuasaan yang terlalu lama, akan berpotensi disalahgunakan.

    Sebagai suatu jabatan, anggota DPRD terikat pada tenggang waktu atau masa jabatan. Masa jabatan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, UUD NRI tahun 1945 telah mengaturnya secara konstruktif. Pasal 18 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 berbunyi: “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”. Lalu, Pasal 22E ayat (1) menegaskan, bahwa; “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 

    Dengan demikian, masa jabatan ditentukan oleh masa Pemilu yang lima (5) tahun sekali. Jika Pemilu dilakukan lima (5) tahun sekali, maka secara otomatis, masa jabatan juga berakhir dalam lima (5) tahun sekali. Sebab Pemilu dilaksanakan untuk mensirkulasi jabatan anggota DPRD.

    Dengan bunyi konstitusi yang demikian, maka dalam logika positivisme konstitusi, tidak ada jalan alternatif diluar jalur konstitusi yang bisa dilakukan untuk menambah atau mengurangi masa jabatan Anggota DPRD. Hal yang berbeda dengan masa jabatan Kepala Daerah, karena bunyi Pasal 18 ayat (4) UUD NRI tahun 1945 adalah; “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. 

    Makna dipilih secara demokratis, berbeda dengan makna dipilih melalui Pemilu. Pasal 22E ayat (1) hanya menegaskan Pemilu dilaksanakan lima (5) tahun sekali, sementara pemilihan kepala daerah secara demokratis, tidak dibunyikan durasi atau tenggang waktunya.

    Karena tidak dibunyikan tenggang waktu-nya di dalam UUD NRI tahun 1945, maka kebijakan politik hukum masa jabatan kepala daerah diatur dalam UU, dalam hal ini, diatur tergantung kesepakatan para pembentuk UU. Itulah sebabnya, pada saat pengaturan jadwal Pemilu dan Pilkada serentak, transisi masa jabatan kepala daerah lebih mudah diatur, dan lebih fleksibel secara hukum. 

    Sehingga tidak ada pelanggaran konstitusi yang nyata terjadi, pada saat sejumlah kepala daerah dipotong masa jabatannya atau sebagian kepala daerah diperpanjang dengan Pelaksana Tugas (Plt) atau Penjabat. Sebab frase “dipilih secara demokratis” tidak dipertegas dengan frase lima tahun sekali. Dalam konteks inilah, konstitusionalitas masa jabatan kepala daerah berbeda dengan masa jabatan Anggota DPRD.

    Merujuk pada argumentasi tersebut, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang membelah Pemilu Lokal dan Pemilu Nasional yang tengah menjadi perdebatan saat ini menarik untuk dicermati. Putusan ini menguji konstitusionalitas Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU No.7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 3 ayat (1) UU No. 8/2015 tentang Pemilihan terhadap ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), ayat (5), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945.

    Menurut MK, Pasal-Pasal dalam UU Pemilu dan UU Pemilihan tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, “Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota”.

    Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah penegasan terhadap Putusan MK NOMOR 55/PUU-XVII/2019 yang memberikan enam (6) alternatif kepada pembentuk UU untuk memilih jenis keserentakan Pemilu yang konstitusional. Alternatif di angka empat (4) yang berbunyi: “Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota”, merupakan satu nafas dengan putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.

    Putusan MK final and binding, sehingga sebagai warga Negara yang baik, meskipun tidak setuju dengan putusan tersebut, harus ditaati dan dilaksanakan. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah, mencari formula atau rumusan transisi masa jabatan yang konstitusional bagi Anggota DPRD. Sebab ada masa waktu 2 tahun atau 2 tahun 6 bulan untuk dipersingkat atau diperpanjang masa jabatannya. Sehingga muncul pertanyaan, apakah “mempersingkat” atau “memperpanjang” masa jabatan anggota DPRD konstitusional atau tidak. Jika konstitusional, dimana letak ketentuan konstitusi yang mengaturnya, dan jika tidak konstitusional, bagaimana merekayasa masa jabatan supaya tetap sesuai konstitusi. Beberapa catatan penulis adalah:

    Pertama, Jika kedudukan Putusan MK sama dengan atau setara dengan UUD NRI tahun 1945, maka putusan itu adalah konstitusi. Karena itu, Putusan MK “tidak pernah salah”. Sebab jika “dianggap” salah, maka harus dikembalikan pada posisinya, bahwa Putusan itu  setara dengan konstitusi. Jadi, Putusan MK adalah konstitusi, dan konstitusi adalah Putusan MK. Namun jika Putusan MK hanya tafsir terhadap UUD NRI tahun 1945, maka Putusan itu akan diwarnai dengan perdebatan yang tak kunjung selesai.

    Kedua, Jika putusan MK mengandung antinomi norma dengan UUD NRI tahun 1945, dan/atau tidak bisa dilaksanakan, bagaimana cara mengeksekusinya?. Contoh Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini mengandung dualitas problem. Jika tidak dilaksanakan, maka sama dengan melawan putusan pengadilan, dan itu berarti melawan hukum. Namun jika dilaksanakan, maka berpotensi melawan norma UUD NRI tahun 1945. Dalam hal ini, jika masa jabatan Anggota DPRD dipersingkat atau diperpanjang 2 tahun atau 2 tahun 6 bulan, akan berpotensi melanggar ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI tahun 1945. Tetapi mempersingkat atau memperpanjang harus dilakukan berdasarkan perintah Putusan MK. Tidakkan ini mengandung antinomi dan dualitas problem?

    Ketiga, Perlu ada Pemilu transisi untuk Anggota DPRD khusus masa jabatan 2 tahun atau 2 tahun 6 bulan. Pilihan ini “terpaksa” harus diambil meskipun juga berpotensi tidak sesuai norma konstitusi.

    Keempat, Atau bisa juga masa jabatan anggota DPRD secara otomatis diperpanjang 2 tahun 6 bulan. Dengan demikian, total masa jabatan mereka 7 tahun atau 7 tahun 6 bulan. Ini alternatif yang paling murah, dibanding alternatif diatas. Namun tetap juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1)  UUD NRI tahun 1945.

    Kelima, memberikan kewenangan kepada partai politik untuk menempati posisi Anggota DPRD selama 2 tahun atau 2 tahun 6 bulan, mengingat bahwa Anggota DPRD adalah jabatan politik yang subyeknya berasal dari kader-kader partai. Pilihan ini bisa menimbulkan oligarki partai, tetapi cukup murah dari sisi anggaran Negara.

    Dengan demikian, pilihan mempersingkat atau memperpanjang masa jabatan Anggota DPRD adalah pilihan yang sama-sama tidak konstitusional. Tetapi pilihan untuk tidak menindaklanjuti Putusan MK juga pilihan yang melawan hukum. Dengan demikian, pembentuk UU berada dalam dua titik simpang yang sama-sama melawan hukum. Untuk itu, butuh kearifan, kebijaksanaan dan jiwa besar untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar dalam melaksanakan Putusan MK ini. wallahu a’lam bishowab.
     
    Fajlurrahman Jurdi
    Dosen pada Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Pimpinan PBNU Diminta Saling Berlapang Dada Demi Umat

    November 23, 2025

    Hujan Cuan untuk UMKM Lokal di Pertamina Eco RunFest 2025

    November 23, 2025

    PBNU Bantah Pemecatan Charles Holland Taylor oleh Rais Aam

    November 23, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Cetak Gol Kemenangan Brighton, Jack Hinshelwood Catat Comeback Manis

    Berita Olahraga November 23, 2025

    Ligaolahraga.com -Berita Liga Inggris: Gelandang Brighton & Hove Albion, Jack Hinshelwood, mengaku sangat bahagia setelah…

    Burngreave United Juara Asian Champions League 2025 di Jakarta : Okezone Bola

    November 23, 2025

    Gagalkan Penalti Brentford, Bart Verbruggen Dipuji Hurzeler

    November 23, 2025

    Hasil Inter Milan vs AC Milan di Liga Italia 2025-2026: Gol Christian Pulisic Bikin Rossoneri Hajar Nerazzurri 1-0! : Okezone Bola

    November 23, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Cetak Gol Kemenangan Brighton, Jack Hinshelwood Catat Comeback Manis

    November 23, 2025

    Burngreave United Juara Asian Champions League 2025 di Jakarta : Okezone Bola

    November 23, 2025

    Gagalkan Penalti Brentford, Bart Verbruggen Dipuji Hurzeler

    November 23, 2025

    Hasil Inter Milan vs AC Milan di Liga Italia 2025-2026: Gol Christian Pulisic Bikin Rossoneri Hajar Nerazzurri 1-0! : Okezone Bola

    November 23, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.