Hal tersebut terpotret dalam penelitian kuantitatif opini publik yang dilakukan Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia di media massa dan sejumlah platform media sosial pada medio 1 hingga 10 November 2025.
Direktur Eksekutif DEEP Indonesia, Neni Nurhayati menjelaskan, selama 10 hari tersebut pihaknya memperoleh 5.989 pemberitaan yang tersebar di media online, cetak, dan elektronik. Serta, 39.351 percakapan di media sosial meliputi X, Facebook, Instagram, YouTube dan Tiktok.
“Penarikan data dilakukan pada 1 November 2025 hingga 10 November 2025 pukul 11.13 WIB dengan keyword Soeharto, Suharto, PahlawanNasional, TolakSoehartoPahlawanNasional,” urai Neni kepada RMOL di Jakarta, Senin, 10 November 2025.
Dari jumlah informasi yang berhasil diperoleh DEEP Indonesia dari berbagai media massa dan media sosial tersebut, didapat mayoritas wacana yang berkembang bermuatan positif terhadap pemberian gelar Pahlawan bagi Soeharto.
“Sentimen di media arus utama menunjukkan dominasi positif yang sangat kuat dengan 73 persen. Angka ini jauh melampaui sentimen negatif 21 persen, dan netral 6 persen,” ujar Neni.
Selain itu, ia juga menemukan sentimen positif terhadap pemberian gelar Pahlawan bagi Soeharto, juga punya bertendensi positif di media sosial seperti X.
“Di platform X, sentimen positif juga mendominasi dengan 71 persen, diikuti sentimen netral 20 persen, dan sentimen negatif 9 persen. Pola ini serupa dengan media arus utama, menunjukkan bahwa narasi pro-Soeharto juga kuat di Twitter,” ucapnya.
Berbeda dengan X yang sering menjadi medan perdebatan politik yang sengit, di Facebook menunjukkan sentimen netral menjadi yang paling tinggi dengan 38 persen diikuti sentimen negatif 35 persen dan sentimen positif 26 persen.
“Ini menandakan bahwa diskusi di Facebook cenderung lebih berimbang, dan menunjukkan keragaman pandangan. Persentase netral yang tinggi bisa jadi mencerminkan pengguna yang berhati-hati dalam menyatakan posisi, atau adanya konten informatif yang disajikan tanpa bias sentimen yang kuat,” jelasnya.
Sementara di Instagram, Neni memperoleh data yang menunjukkan sentimen netral mendominasi dengan angka 58 persen, diikuti sentimen negatif 29 persen, dan sentimen positif 13 persen.
“Di YouTube, sentimen negatif menjadi yang tertinggi dengan 39 persen, diikuti sentimen netral 38 persen, dan sentimen positif 23 persen. TikTok menunjukkan dominasi sentimen netral 57 persen, diikuti sentimen negatif 35 persen dan sentimen positif 16 persen,” paparnya.
Lebih lanjut, Neni berkesimpulan atas penelitian pihaknya tersebut bahwa data yang diperoleh menggambarkan adanya polaritas sentimen yang jelas dalam masyarakat Indonesia, khusus mengenai figur Soeharto.
“Media arus utama dan platform seperti Twitter didominasi sentimen positif yang cenderung menonjolkan capaian dan jasa. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kepentingan editorial, kekuatan narasi pendukung, atau audiens yang memang cenderung memiliki pandangan tersebut,” ucapnya.
“Di sisi lain, platform seperti YouTube, Facebook dan Tiktok menunjukkan sentimen negatif yang lebih tinggi atau lebih berimbang, mengindikasikan adanya ruang bagi diskursus kritis dan penolakan. Instagram dan TikTok dengan dominasi netral, mungkin mencerminkan karakteristik konten yang lebih visual dan cepat,” pungkas Neni.

