Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Leandro Trossard Senang Bukan Main Usai Bantu Arsenal Libas Spurs

    November 24, 2025

    Kalah dari Raymond Indra di Final Australia Open 2025, Fajar Fikri: Kecewa tapi Bangga : Okezone Sports

    November 24, 2025

    Daging Ayam Dekati Rp40.000 per Kg

    November 24, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Analisis Strategis Traktat Keamanan Indonesia-Australia 2025

    Analisis Strategis Traktat Keamanan Indonesia-Australia 2025

    PewartaIDBy PewartaIDNovember 12, 2025No Comments9 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Dengan menegaskan mekanisme konsultasi reguler di tingkat pemimpin dan menteri, perjanjian ini memperkuat kepercayaan strategis di tengah rivalitas kekuatan besar Indo-Pasifik. Kajian ini menelusuri konteks geopolitik dan hukum yang melatarbelakangi traktat, mengkaji implikasinya terhadap kebijakan pertahanan Indonesia, serta menawarkan rekomendasi kebijakan proaktif agar perjanjian ini memperkuat posisi Indonesia tanpa menimbulkan ketergantungan strategis.


    Konteks Geopolitik dan Latar Lahirnya Traktat

    Pada tanggal 12 November 2025, Perdana Menteri Anthony Albanese dan Presiden Prabowo Subianto mengumumkan penyelesaian negosiasi substantif atas Traktat Keamanan Bersama Indonesia-Australia (Treaty on Common Security) di markas Australian Navy HMAS Canberra, disaksikan pejabat tinggi pertahanan dan perwakilan diplomatik kedua negara. Dalam pernyataannya, Albanese menyebut momen ini sebagai “a watershed moment in the Australia-Indonesia relationship”, sementara Prabowo menegaskannya sebagai bentuk “determination to enhance friendship and guarantee the security of both countries”.



    Traktat ini lahir dari kesinambungan sejarah panjang kerja sama keamanan bilateral. Sebelumnya, Agreement on Maintaining Security yang ditandatangani pada 18 Desember 1995 oleh Paul Keating dan Presiden Soeharto menjadi fondasi pertama hubungan strategis pasca-Perang Dingin. Setelah perjanjian tersebut sempat dibekukan pasca krisis Timor Timur, hubungan dipulihkan melalui Lombok Treaty tahun 2006 dan diperkuat dengan Defence Cooperation Agreement (DCA) 2024. 

    Traktat 2025 memperluas kerangka ini dengan menambahkan dimensi konsultasi reguler dalam menghadapi ancaman bersama, sekaligus menegaskan kembali penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam pasal-pasal Lombok Treaty.

    Secara geopolitik, lahirnya traktat ini tidak terlepas dari dinamika Indo-Pasifik yang kian kompleks. Rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok, meningkatnya aktivitas militer di Laut Tiongkok Selatan, serta munculnya format keamanan minilateral seperti AUKUS dan Quad, menciptakan tekanan strategis bagi negara-negara Asia Tenggara. 

    Dalam konteks ini, Australia berusaha menyeimbangkan orientasi global-regionalnya dengan memperdalam keterlibatan bersama negara-negara tetangga utara. Bagi Indonesia, keputusan menandatangani traktat tersebut merupakan strategi untuk memastikan agar kebijakan keamanan regional Australia tidak bersifat eksklusif atau mengancam prinsip non-alignment dan ASEAN centrality.

    Tantangan dan Implikasi bagi Indonesia

    Secara substantif, Treaty on Common Security mengandung tiga komitmen utama: pertama, kewajiban untuk berkonsultasi secara rutin di tingkat pemimpin dan menteri mengenai isu keamanan bersama; kedua, kewajiban saling berkonsultasi apabila terdapat tantangan atau ancaman terhadap keamanan salah satu pihak; dan ketiga, kesepakatan untuk mengembangkan kegiatan kerja sama keamanan yang saling menguntungkan sesuai kebijakan nasional masing-masing. Meskipun tidak bersifat aliansi pertahanan formal seperti Pukpuk Treaty Australia-Papua Nugini (2024), perjanjian ini memiliki bobot politis dan strategis yang signifikan karena menempatkan Indonesia sebagai mitra keamanan utama Australia di kawasan utara.

    Namun demikian, dari sudut pandang hukum dan geopolitik, terdapat beberapa potensi tantangan yang perlu diantisipasi Indonesia. Pertama, risiko interpretasi asimetris terhadap konsep common security. Australia dapat memaknainya sebagai langkah memperluas strategic umbrella di bawah kepentingan keamanan kolektif Barat, sedangkan Indonesia lebih menekankan pada kerja sama berbasis kesetaraan dan non-intervensi. Kedua, terdapat kekhawatiran bahwa mekanisme konsultasi “bila salah satu negara menghadapi ancaman” dapat secara implisit menjerumuskan Indonesia pada dilema strategis apabila terjadi eskalasi konflik antara Australia dan Tiongkok.

    Ketiga, traktat ini menuntut kesiapan institusional yang tinggi dalam koordinasi antarkementerian dan lembaga di Indonesia, khususnya antara Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Mekanisme konsultasi lintas sektor yang diatur dalam traktat memerlukan basis hukum dan struktur birokrasi yang fleksibel agar Indonesia mampu merespons isu keamanan secara cepat tanpa melanggar prinsip civilian supremacy dalam pengambilan keputusan pertahanan.

    Selain itu, traktat ini menimbulkan implikasi diplomatik terhadap posisi Indonesia dalam ASEAN. Di satu sisi, kerja sama bilateral dengan Australia dapat memperkuat ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) melalui implementasi nyata di bidang keamanan maritim dan Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR). Namun di sisi lain, format semacam ini dapat dipersepsikan oleh beberapa anggota ASEAN sebagai bentuk penyimpangan dari prinsip collective neutrality, terutama jika dikaitkan dengan meningkatnya keterlibatan Australia dalam struktur keamanan sub-regional seperti AUKUS dan Five Eyes Alliance.

    Dengan demikian, permasalahan utama bagi Indonesia bukan hanya menyangkut substansi traktat, melainkan bagaimana mengelola persepsi strategis agar kerja sama tersebut tidak dianggap sebagai langkah menuju blok keamanan eksklusif yang melemahkan sentralitas ASEAN.

    Pendekatan Proaktif dan Prinsip Kebijakan Luar Negeri

    Untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia perlu merumuskan strategi diplomasi keamanan yang proaktif dengan menegaskan tiga prinsip utama: kedaulatan strategis, keterbukaan regional, dan komplementaritas ASEAN. Pertama, prinsip kedaulatan strategis mengharuskan setiap bentuk kerja sama pertahanan tetap berada di bawah kontrol politik nasional. Dalam konteks ini, Indonesia dapat mengembangkan mekanisme joint consultation framework yang memastikan setiap agenda keamanan dengan Australia disetujui melalui koordinasi lintas kementerian, dengan pengawasan oleh Dewan Pertahanan Nasional yang diketuai langsung oleh Presiden.

    Kedua, prinsip keterbukaan regional menegaskan bahwa kerja sama keamanan Indonesia-Australia tidak ditujukan untuk membentuk poros tertentu, melainkan sebagai kontribusi terhadap arsitektur keamanan kawasan yang inklusif. Dalam kerangka ini, Indonesia dapat mengusulkan pembentukan Trilateral Maritime Coordination Mechanism bersama Australia dan Papua Nugini, untuk menangani isu lintas batas seperti penyelundupan, IUU Fishing, dan bencana maritim. Pendekatan ini sekaligus memperluas manfaat traktat bagi stabilitas Melanesia dan memperkuat posisi Indonesia sebagai bridge state antara Asia Tenggara dan Pasifik.

    Ketiga, prinsip komplementaritas ASEAN harus dijadikan rujukan agar setiap kegiatan bilateral tidak menegasikan peran organisasi kawasan. Indonesia dapat mendorong agar hasil konsultasi dan program kerja sama yang lahir dari traktat ini dilaporkan secara berkala dalam forum ASEAN Defence Ministers Meeting Plus (ADMM-Plus). Dengan cara ini, kerja sama bilateral tidak berjalan di luar rel ASEAN, melainkan menjadi katalis bagi agenda keamanan kolektif yang lebih luas.

    Selain prinsip normatif, solusi praktis juga diperlukan. Salah satunya ialah memperkuat diplomasi pertahanan (defence diplomacy) melalui peningkatan latihan gabungan HADR dan patroli terkoordinasi di wilayah perbatasan laut Arafura dan Laut Timor. Kedua, Indonesia perlu mengoptimalkan fungsi Defence Cooperation Agreement 2024 sebagai kerangka teknis yang mendukung implementasi traktat baru, termasuk dalam aspek pertukaran intelijen dan pendidikan militer. Ketiga, Indonesia dapat memanfaatkan forum konsultasi bilateral untuk mengajukan isu-isu prioritas nasional seperti modernisasi sistem radar pantai dan peningkatan kapasitas industri pertahanan dalam negeri melalui mekanisme co-development.

    Implementasi Strategis dan Kelembagaan Nasional

    Keberhasilan implementasi Treaty on Common Security akan sangat bergantung pada kemampuan kedua negara untuk menginstitusionalisasikan kepercayaan strategis (strategic trust). Bagi Indonesia, langkah pertama adalah memastikan bahwa konsultasi tingkat pemimpin tidak berhenti pada dimensi simbolik, tetapi diterjemahkan dalam mekanisme koordinasi teknis yang berkelanjutan. Pemerintah dapat membentuk Joint Strategic Consultation Council (JSCC), yang beranggotakan pejabat senior dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, TNI, dan lembaga terkait Australia. JSCC ini berfungsi sebagai wadah koordinasi kebijakan dan forum penyelesaian isu keamanan lintas sektor.

    Langkah kedua adalah membangun sistem evaluasi bersama melalui Joint Review Mechanism yang dilaksanakan setiap dua tahun untuk menilai efektivitas kerja sama, memantau isu baru, dan menyesuaikan kebijakan dengan dinamika geopolitik terkini. Dalam konteks ini, lembaga akademik dan think tank seperti LIPI-BRIN, Australian National University, CSIS dan ISI (Indopacific Strategic Intelligence) Jakarta dapat dilibatkan untuk memberikan masukan berbasis kajian ilmiah.

    Langkah ketiga ialah memperkuat aspek komunikasi publik dan transparansi diplomatik. Indonesia perlu menjelaskan secara terbuka kepada publik domestik bahwa traktat ini bukan aliansi militer, melainkan perjanjian konsultatif yang bertujuan membangun ketahanan kawasan. Pendekatan komunikasi ini penting untuk mencegah munculnya persepsi negatif di dalam negeri bahwa perjanjian tersebut dapat mengancam kemandirian kebijakan pertahanan nasional.

    Di tingkat operasional, implementasi dapat dimulai dengan proyek percontohan di sektor keamanan maritim dan infrastruktur digital. Australia dapat memberikan dukungan teknis melalui Australian Signals Directorate untuk peningkatan keamanan siber nasional, sementara Indonesia dapat menawarkan pelatihan bersama dalam misi kemanusiaan dan penanggulangan bencana. Sinergi ini akan memperkuat kepercayaan fungsional di antara aparat pertahanan dan memperkuat legitimasi politik traktat di mata publik kedua negara.

    Dampak Regional dan Prospek Jangka Panjang

    Traktat Keamanan Bersama 2025 menciptakan peluang bagi pembentukan regional security web yang bersifat terbuka dan inklusif. Dalam konteks persaingan kekuatan besar, Indonesia dapat memanfaatkan traktat ini untuk menegaskan peran strategisnya sebagai penyeimbang (balancer) di antara kutub-kutub kekuatan yang ada. Dengan menjadi mitra utama Australia di utara, Indonesia tidak hanya memperoleh akses terhadap pertukaran informasi strategis, tetapi juga mampu mempengaruhi orientasi kebijakan keamanan Australia agar tetap sensitif terhadap kepentingan Asia Tenggara.

    Secara ekonomi-keamanan, kerja sama ini juga berpotensi memperkuat stabilitas rantai pasok energi dan perdagangan lintas batas. Wilayah perbatasan Arafura dan Laut Timor memiliki nilai ekonomi tinggi serta potensi konflik akibat tumpang tindih yurisdiksi. Melalui koordinasi keamanan laut bersama, Indonesia dapat memperluas kehadiran Coordinated Patrols seperti yang telah dilakukan di Selat Malaka, sehingga memperkuat pengawasan perairan dan mengurangi aktivitas ilegal.

    Dalam jangka panjang, keberhasilan traktat ini dapat menjadi model bagi pengembangan kerangka ASEAN-Plus Security Dialogue yang melibatkan negara-negara mitra seperti Australia, Jepang, dan India tanpa membentuk blok eksklusif. Dengan demikian, Indonesia mampu memainkan peran sebagai architect of inclusive regional order, sebuah peran yang memperluas visi Global Maritime Fulcrum yang pernah dicanangkan di era Presiden Joko Widodo.

    Namun demikian, prospek positif ini hanya dapat terwujud jika kedua pihak menjaga prinsip saling menghormati kedaulatan dan tidak menjadikan traktat ini sebagai instrumen pengaruh politik luar negeri. Australia harus menahan diri agar kerja sama ini tidak dipersepsikan sebagai bagian dari strategi containment terhadap Tiongkok, sementara Indonesia harus tetap konsisten dengan kebijakan luar negerinya yang bebas aktif, sehingga perjanjian ini benar-benar berfungsi sebagai jembatan, bukan benteng, dalam tatanan Indo-Pasifik yang sedang berubah.

    Arah Baru Diplomasi Keamanan Indonesia

    Traktat Keamanan Bersama Indonesia-Australia 2025 bukan sekadar dokumen hukum, tetapi refleksi dari transformasi hubungan strategis dua negara yang saling membutuhkan. Dalam menghadapi dinamika Indo-Pasifik yang semakin kompleks, traktat ini memberikan fondasi institusional bagi terbentuknya kepercayaan jangka panjang. Namun, keberhasilan implementasinya akan bergantung pada kemampuan Indonesia menjaga keseimbangan antara kemandirian strategis dan keterlibatan konstruktif.

    Indonesia perlu mengartikulasikan perjanjian ini dalam kerangka besar regional ownership, memastikan bahwa setiap langkah kerja sama memperkuat, bukan menggantikan, peran ASEAN. Di sisi lain, Australia perlu menunjukkan konsistensi bahwa pendekatannya terhadap kawasan tidak didorong oleh logika blok kekuasaan, melainkan oleh komitmen terhadap keamanan bersama.

    Sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo dalam pidatonya, “we cannot choose our neighbours; it is our destiny to be direct neighbours.” Pernyataan ini mencerminkan filosofi strategis yang harus menjadi pedoman diplomasi Indonesia di masa depan: menghadapi takdir geografis dengan niat baik, kecerdasan strategis, dan kapasitas institusional yang kuat. Jika dikelola dengan bijak, Treaty on Common Security 2025 dapat menjadi fondasi bagi tata keamanan Indo-Pasifik yang lebih stabil, seimbang, dan berbasis saling percaya, sebuah kontribusi penting dari Indonesia dan Australia bagi perdamaian kawasan.

    Dr. Surya Wiranto, SH MH
    Purnawirawan Laksamana Muda TNI, sehari-hari sebagai Penasehat Indopacific Strategic Intelligence (ISI), dan Senior Advisory Group IKAHAN Indonesia-Australia, Dosen Pasca Sarjana Keamanan Maritim Universitas Pertahanan, Kadep Kejuangan PEPABRI, Anggota FOKO, dan Executive Director, Indonesia Institute for Maritime Studies (IIMS). Kegiatan lain sebagai Pengacara, Kurator, dan Mediator Firma Hukum Legal Jangkar Indonesia. 





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Daging Ayam Dekati Rp40.000 per Kg

    November 24, 2025

    Teka-Teli Hilangnya Alvaro Bocah 6 Tahun di Pesanggrahan Terungkap

    November 24, 2025

    DPR Desak Kemenag dan Polisi Tindak Tuntas Jasa Nikah Siri Berbayar di TikTok

    November 24, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Leandro Trossard Senang Bukan Main Usai Bantu Arsenal Libas Spurs

    Berita Olahraga November 24, 2025

    Ligaolahraga.com -Berita Liga Inggris: Gelandang Arsenal, Leandro Trossard, mengaku sangat bahagia karena ia turut andil…

    Kalah dari Raymond Indra di Final Australia Open 2025, Fajar Fikri: Kecewa tapi Bangga : Okezone Sports

    November 24, 2025

    Daging Ayam Dekati Rp40.000 per Kg

    November 24, 2025

    Alvaro Diduga Sudah Jadi Kerangka, Polisi Masih Perlu Tes DNA

    November 24, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Leandro Trossard Senang Bukan Main Usai Bantu Arsenal Libas Spurs

    November 24, 2025

    Kalah dari Raymond Indra di Final Australia Open 2025, Fajar Fikri: Kecewa tapi Bangga : Okezone Sports

    November 24, 2025

    Daging Ayam Dekati Rp40.000 per Kg

    November 24, 2025

    Alvaro Diduga Sudah Jadi Kerangka, Polisi Masih Perlu Tes DNA

    November 24, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.