Begitu dikatakan ahli perencanaan hutan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Lutfy Abdullah saat menjadi saksi sidang lanjutan sengketa tambang nikel antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position di Halmahera Timur (Haltim) di PN Jakarta Pusat.
“Kalau dari citra satelit saya lihat itu bukan upgrading jalan. Melainkan membuka jalan baru,” ujar Lutfy dikutip Kamis 13 November 2025.
Dalam kesaksiannya, Lutfy menyoroti temuan penting terkait desain jalan di kawasan hutan yang menjadi objek perkara.
Menurutnya, jalan tersebut diduga tidak dibangun untuk keperluan kehutanan, melainkan untuk aktivitas pertambangan.
“Berdasarkan gambar dan analisis morfologi jalan, kemiringannya sangat curam dan ekstrem. Itu bukan desain jalan untuk mengeluarkan kayu, tetapi untuk mengeluarkan material dari dalam tanah,” ujar Lutfy.
Ia menjelaskan, dalam praktik perhutanan, jalan harus dibangun dengan elevasi landai guna menghindari bahaya bagi operator alat berat dan masyarakat sekitar.
“Dalam perencanaan hutan, pembuatan jalan harus memilih jalur dengan perbedaan elevasi minimal. Tanah hasil galian seharusnya disisihkan untuk memperkuat punggung jalan, bukan diambil seluruhnya,” paparnya.
Ia menegaskan, kondisi jalan yang terlihat pada foto-foto di persidangan menunjukkan aktivitas yang lebih menyerupai kegiatan tambang daripada praktik kehutanan.
“Jalan seperti itu tidak dibuat untuk menebang pohon, tetapi untuk mengeluarkan mineral,” tambahnya.
Selain soal jalan, Lutfy juga menyoroti keberadaan patok di lokasi perkara. Ia mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) 7/2021 yang mendefinisikan patok sebagai tanda batas izin kawasan hutan.
“Patok seharusnya berada di batas izin, bukan di tengah area. Harus dicat mencolok dan memuat nomor serta arah batas konsesi. Dari foto yang saya lihat, objek tersebut tidak memenuhi kriteria itu, sehingga itu bukan patok” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa perambahan hutan hanya dapat dikategorikan jika terjadi aktivitas penambahan pokok atau pembukaan hutan tanpa izin resmi.
“Jika tidak ada tindakan fisik penebangan atau pengambilan kayu, maka sulit disebut perambahan hutan,” ujarnya.
Usai sidang, kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak, menyebut keterangan ahli semakin memperjelas bahwa perjanjian kerja sama (PKS) antara PT WKS dan PT Position telah batal demi hukum.
“Yang diperjanjikan adalah jalan eksisting, tapi berdasarkan peta citra satelit, itu jalan baru. Artinya pembangunan dilakukan tanpa izin yang sah,” tegas Rolas.

