Demikian dikatakan Anggota Komisi VIII DPR KH. Maman Imanulhaq melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis 13 November 2025.
Menurut Kiai Maman, kebijakan ini memang merupakan bagian dari reformasi sistem waiting list nasional, namun penerapannya dinilai terlalu tergesa-gesa sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama di Jawa Barat.
Salah satu daerah yang mengalami dampak besar adalah Kabupaten Subang, yang kuotanya turun drastis dari 1.126 jemaah pada tahun 2025 menjadi hanya 244 jemaah pada tahun 2026, atau berkurang sebanyak 882 orang.
“Yang menjadi pertanyaan publik adalah mengapa diterapkan begitu cepat. Jika diberlakukan mulai tahun 2027, masyarakat akan lebih siap dan tidak terjadi kegelisahan,” ujar Kiai Maman.
Dari data yang beredar menunjukkan penurunan kuota tajam di sejumlah daerah lain. Kota Bandung turun dari 2.008 menjadi 1.495 jemaah, Kabupaten Bogor dari 2.655 menjadi 1.598, Kabupaten Sukabumi dari 990 menjadi 124, Kabupaten Cianjur dari 858 menjadi 59, Kabupaten Tasikmalaya dari 862 menjadi 309, Kabupaten Sumedang dari 511 menjadi 72, dan Kabupaten Majalengka dari 714 menjadi 527 jemaah.
Kiai Maman mengatakan, perubahan besar semacam ini seharusnya disertai sosialisasi, koordinasi, dan masa transisi yang memadai agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap tata kelola haji nasional.
Sebelumnya, Bupati Subang, Reynaldi Putra Andita Budi Raemi, telah melayangkan surat resmi kepada Menteri Haji dan Umrah berisi keberatan atas penetapan kuota haji 2026. Dalam surat itu, Bupati meminta agar kuota dikembalikan ke jumlah semula, atau setidaknya dilakukan penyesuaian bertahap yang lebih manusiawi.
Ia juga menekankan bahwa rasionalisasi kuota sebaiknya diberlakukan mulai tahun 2027 agar masyarakat memiliki waktu adaptasi yang cukup.

