Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa uang dari hasil jual-beli karbon ini tidak boleh berhenti di pemerintah pusat.
Katanya, Uang itu harus mengalir langsung ke masyarakat yang selama ini menjadi garda terdepan penjaga hutan.
“Intinya, tata kelola karbon Indonesia bukan hanya tentang pengurangan emisi, tetapi juga tentang memastikan manfaat karbon dirasakan nyata oleh masyarakat di tingkat tapak,” kata Hanif dalam keterangan tertulis, Kamis 13 November 2025.
Soal mekanisme pelaksanaan gagasan itu, dijelaskan Hanif, ketika sebuah desa atau komunitas adat berhasil menjaga hutan di wilayah mereka, mereka akan mendapatkan bayaran dari hasil penjualan karbon tersebut.
Kata Hanif lagi, hal ini bukan janji kosong, karena sudah ada buktinya di Kalimantan dan Jambi melalui program seperti Dana Karbon Kalimantan (FCPF) dan Dana Biokarbon Jambi.
“Masyarakat lokal sudah menerima langsung pendapatan dari upaya mereka menjaga hutan. Uang ini bisa digunakan untuk membangun fasilitas desa, modal usaha, atau kebutuhan lainnya,” tuturnya.
Tak hanya itu, program ini dirancang agar tidak ada yang tertinggal. Pemerintah secara khusus menargetkan agar perempuan dan anak muda menjadi penerima manfaat utama.
“Caranya adalah dengan memberikan pelatihan kewirausahaan ramah lingkungan, pengembangan energi terbarukan di tingkat desa, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan,” pungkasnya.

