Dikutip dari Reuters, harga minyak Brent hanya naik tipis menjadi 63,01 Dolar AS per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate atau WTI menguat ke 58,69 Dolar AS per barel.
Pengamat pasar menilai level harga saat ini masih memiliki penopang. “Harga di kisaran 60 Dolar AS per barel kemungkinan tetap kuat mengingat potensi gangguan ekspor Rusia setelah sanksi diperketat,” kata Suvro Sarkar, analis dari DBS Bank.
Tekanan terbesar pasar saat ini datang dari laporan Badan Informasi Energi AS (EIA) yang mencatat lonjakan stok minyak mentah jauh di atas perkiraan, naik 6,4 juta barel dalam sepekan. Kenaikan besar ini memunculkan kembali kekhawatiran banjir pasokan, apalagi persediaan bensin dan sulingan juga tak turun sebanyak yang diharapkan.
Hal itu diperburuk oleh laporan OPEC yang memperkirakan pasokan minyak global akan melebihi permintaan pada 2026, berbalik dari proyeksi sebelumnya yang lebih optimistis. IEA juga menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan minyak dunia, menandakan surplus tahun depan bisa lebih besar dari dugaan.
Sementara itu, produksi minyak AS diperkirakan mencetak rekor baru tahun ini, sehingga pasar makin tertekan oleh kekhawatiran melimpahnya suplai. Di sisi lain, sanksi AS terhadap Lukoil yang mulai berlaku 21 November menambah ketidakpastian. Langkah tersebut melarang seluruh transaksi dengan perusahaan Rusia itu sebagai bagian dari tekanan terhadap Kremlin terkait perang Ukraina.

