Begitu dikatakan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada Arifah Rahmawati dalam diskusi bertajuk “Dinamika Hubungan Sipil-Militer dalam Negara Demokrasi: Arus Balik Reformasi TNI” di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Arifah menyoroti dampak konflik di masa lalu, seperti di Aceh, Poso, dan Ambon, yang menyisakan luka mendalam akibat kasus eksploitasi seksual terhadap perempuan yang hingga kini belum diakui.
“Eksploitasi dalam situasi perang merupakan bentuk kejahatan,” kata Arifah dalam keterangan tertulis, Sabtu 15 November 2025.
Menurutnya, melakukan perubahan dalam kurikulum militer adalah hal penting untuk menciptakan institusi yang inklusif.
“Hal ini dapat menjadi isu penting dalam reformasi militer di Indonesia guna menciptakan institusi pertahanan yang lebih inklusif dan bertanggung jawab,” tuturnya.
Dalam diskusi yang sama, Peneliti Senior Imparsial Al Araf mengkritik pelibatan TNI dalam urusan domestik di luar tugas pokok utama. seperti mencetak sawah atau keterlibatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Karena implikasinya adalah akan mengganggu profesionalisme militer dan memperburuk demokrasi,” pungkasnya.

