Namun demikian, Ekonom Universitas Persada Bunda Indonesia, Riyadi Mustofa, mengingatkan ada sejumlah tahapan yang wajib dipenuhi sebelum Bobibos dapat dikomersialkan.
“Kalau sudah komersial, sudah memiliki nilai ekonomis, ya (Bobibos) harus diurus izinnya, harus ada izin operasional, tata cara pembuatannya, izin edar. Karena itu barang dijual,” ujar Riyadi kepada wartawan, Sabtu, 14 November 2025.
Riyadi menjelaskan, sebelum masuk tahap komersial, Bobibos harus mengurus perizinan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Perdagangan. Hal ini untuk memastikan produk aman dan sesuai regulasi.
“Ketika taat aturan, kalau terjadi sesuatu, kita sudah ikut rule. Kalau bermasalah dengan hukum, kita sudah ikuti aturan,” tegasnya.
Dari sisi komunikasi publik, pakar Universitas Riau (Unri) Chelsy Yesicha menilai Bobibos sebagai bentuk kreativitas masyarakat yang selaras dengan agenda swasembada energi dalam Astacita Presiden Prabowo.
Menurutnya, pemerintah perlu merangkul temuan tersebut dan memberikan literasi yang memadai. Namun, Chelsy menolak jika Bobibos langsung dipasarkan tanpa uji ilmiah yang komprehensif.
“Kalau dipasarkan (tanpa uji lab) saya rasa tidak setuju. Karena kalau ada efek-efek yang negatif, bagaimana? Memang beberapa orang itu kan kadang membeli berdasarkan keyakinannya,” tegasnya.
Bobibos yang diklaim memiliki RON 98 disebut dapat menjadi solusi energi ramah lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi baru di pedesaan.
Namun pemerintah belum memberikan penilaian apa pun sebelum hasil kajian teknis selesai.

