Sebagai Menkeu, Sri Mulyani dianggap cukup berhasil menjaga fiskal, stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi di kisaran angka 5 persen. Tidak buruk-buruk amat, juga tidak baik-baik amat.
Tak ada gading yang tak retak. Sri Mulyani bukan sosok sempurna. Ia juga mendapatkan banyak kritik terutama terkait kebijakan fiskalnya yang lebih cenderung mengandalkan pajak rakyat dari pada mengejar para pengusaha kakap yang pengemplang pajak hingga triliunan.
Di era Sri Mulyani, kebocoran pajak, terutama dari Sumber Daya Alam (SDA) dan kepabeanan dianggap paling besar. Di satu sisi, Sri Mulyani dikenal super disiplin dalam mencairkan alokasi dana untuk APBN. Bahkan dikenal sebagai menteri pelit, kata lain dari disiplin dan hati-hati.
Di sisi lain, Sri Mulyani dianggap jauh dari piawai dalam memperbesar sumber pendapatan negara. Tidak cukup cerdas dalam menggali sumber-sumber keuangan yang potensial dan sangat besar di Indonesia.
Akibatnya, tidak ada lonjakan fiskal berarti di era Sri Mulyani. Dalam pembangunan, Indonesia hanya mampu mengandalkan utang yang terus membebani fiskal negara.
8 September 2025, Sri Mulyani lengser. Purbaya Yudhi Sadewa dipilih Presiden Prabowo untuk menjadi penggantinya.
Saat Purbaya dilantik, respons pasar negatif. IHSG hari itu juga langsung terkoreksi sekitar 1,25 persen. Ini artinya, pasar tidak percaya.
Setelah dilantik, Purbaya banyak tampil di media dengan terobosan-terobosan yang untuk sebagian masyarakat, ini memukau. Purbaya kucurkan dana Rp200 triliun untuk inject perbankan.
Publik bertanya: memangnya bank kekurangan likuiditas? Sambil meremehkan kemampuan para bankir, Purbaya tampil layaknya pahlawan penyelamat.
Hampir setiap hari Purbaya tampil di media. Berita, meme, video dan tulisan tentang Purbaya masif bersileweran di medsos. Layaknya di musim pemilu. Adakah yang memainkan?
Tak sedikit yang memberi tepuk tangan atas aksi Purbaya. Purbaya pun semakin terkenal karena kontroversialnya. Publik menjuluki Purbaya sebagai “Menteri Koboi” Purbaya pun nampaknya nyaman dengan julukan itu.
Purbaya populer. Popularitasnya bahkan mengalahkan Menpora, Mensos dan Menag. Tiga menteri yang karena aktifitasnya melibatkan publik, potensi populernya lebih tinggi. Saat ini, popularitas mereka kalah tinggi dari Purbaya. Tergeser!
Banyak yang bertanya: siapakah Purbaya ini? Benarkah Purbaya punya kemampuan? Apakah Purbaya lebih baik dari Sri Mulyani? Akankah ekonomi Indonesia kedepan meroket sesuai ekspektasi rakyat?
Pertanyaan ini menyusup di setiap “ruang rumpi publik”. Semua orang penasaran. Sebab, Purbaya bukan orang yang dikenal sebelumnya.
Baru dikenal sejak dia diangkat jadi Menkeu oleh Prabowo. Hanya sedikit yang kenal Purbaya. Itupun tak lengkap informasinya. Ada yang bilang bahwa Purbaya itu teoritisi, bukan praktisi. Dia ekonom dan periset, bukan orang yang pernah terjun langsung dalam dunia ekonomi.
Informasi-informasi semacam ini pun lebih bersifat spekulatif. Ada yang bilang Purbaya hebat. Yang lain bilang Purbaya itu jago aksi teaterikalnya. Pemain drama yang ulung. Apa pun itu, akurasi informasi tentang Purbaya dipertanyakan.
Belum terbaca kemana arah kebijakan ekonomi Purbaya saat ini. Namun yang pasti, pertengahan tahun 2026 publik akan mengenali siapa sosok Purbaya sesungguhnya.
Dari mana mengenalinya? Pertama, dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Naik, stagnan atau turun. Kedua, dari fiskal. Apakah fiskal Indonesia aman, atau terancam. Ketiga, bisa dilihat dari moneter. Apakah nilai rupiah stabil di Bawah Rp17.000 per dolar Amerika, atau melemah. Keempat, berapa inflasi tahun depan. Kelima, bagaimana dengan daya beli masyarakat. Menguata atau melemah. Akankah deflasi dua tahun terakhir ini berakhir, atau berlanjut dan semakin parah.
Publik awam setidaknya bisa melihat lima indikator ini untuk mengenal lebih baik tentang siapa Purbaya. Apakah semua kebijakan dan tindakannya itu sekedar aksi teaterikal yang hanya menciptakan ilusi.
Atau si menteri koboi ini betul-betul punya kemampuan dan bisa menjadi solusi bagi keterpurukan ekonomi Indonesia selama ini, dan bukan sosok yang sekedar ingin tampil beda.
Kita perlu sabar menunggu.
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

