Di tengah memanasnya perselisihan terkait komentar Perdana Menteri Sanae Takaichi soal kemungkinan intervensi militer jika terjadi krisis Taiwan, Beijing dilaporkan akan kembali memberlakukan larangan impor makanan laut dari Jepang.
Dikutip dari laporan Japan Times, Jumat 21 November 2205, larangan ini sejatinya mengulang kebijakan pada Agustus 2023, ketika China menghentikan impor seafood Jepang setelah pembuangan air olahan dari PLTN Fukushima. Padahal, tahun lalu kedua negara baru saja sepakat membuka kembali perdagangan tersebut, dan Jepang bahkan mengirimkan pengiriman pertama hanya dua minggu lalu.
Selain menyebut alasan teknis terkait air limbah Fukushima, kini juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning juga mengaitkan larangan itu dengan pernyataan Takaichi. Ia mengatakan bahwa sekalipun produk laut Jepang diizinkan masuk, “tidak akan ada pasar” di China selama Jepang tidak menarik ucapannya.
Pemerintah Jepang membantah telah menerima pemberitahuan resmi soal larangan baru ini. Sekretaris Kabinet Minoru Kihara hanya menekankan bahwa kesepahaman kedua negara tahun lalu seharusnya dijalankan sepenuhnya.
Perselisihan ini merembet ke banyak sektor. China mengeluarkan peringatan perjalanan bagi warganya yang hendak ke Jepang, termasuk bagi mahasiswa yang belajar di sana.
Badan perfilman China juga menghentikan sementara persetujuan judul-judul film Jepang, bahkan membekukan enam film yang sebelumnya sudah mendapatkan jadwal tayang. Perusahaan hiburan besar Jepang, Yoshimoto Kogyo, sampai membatalkan penampilan mereka di Shanghai International Comedy Festival karena “alasan yang tak terhindarkan”.
Bagi Tokyo, ini posisi sulit. Menarik ucapan Takaichi dapat dianggap sebagai kelemahan dan memicu kemarahan kalangan konservatif di pemerintahan, namun bertahan dengan pernyataannya berisiko memperburuk konflik diplomatik yang sudah memanas.
Sementara itu, China terus menekankan bahwa Taiwan adalah “inti dari kepentingan intinya” dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan. Jepang sendiri sejak lama melihat potensi konflik Taiwan sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya.

