Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Davide Bartesaghi Nggak Nyangka Bisa Dipilih Sebagai Starter di Laga Derby

    November 24, 2025

    Kemiskinan Ekstrem Ditarget Turun Hingga Nol Persen di 2026

    November 24, 2025

    Siap-Siap Berdebar, Maraton Film Action Blockbuster di GTV Big Movies! : Okezone Celebrity

    November 24, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Analisis Hubungan Ekonomi Indonesia-Afrika

    Analisis Hubungan Ekonomi Indonesia-Afrika

    PewartaIDBy PewartaIDNovember 24, 2025No Comments8 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Naskah akademik ini menganalisis konteks geopolitik, tantangan struktural, dan peluang strategis kemitraan Indonesia-Afrika dengan menempatkan diplomasi ekonomi sebagai kerangka analitis utama. Dengan meninjau dinamika perdagangan, investasi, industrialisasi, dan institusi ekonomi internasional, tulisan ini menyusun rekomendasi kebijakan konkret yang dapat memperkuat peran Indonesia dalam mengkonsolidasikan arsitektur ekonomi Selatan-Selatan secara berkelanjutan dan inklusif.


    Kemunculan kembali kerja sama Selatan-Selatan dalam dua dekade terakhir tidak dapat dilepaskan dari perubahan struktur ekonomi global yang semakin menunjukkan kontur multipolar, di mana negara-negara berkembang memainkan peran yang lebih signifikan dalam pertumbuhan, permintaan konsumsi, dan integrasi rantai produksi. Dalam konteks ini, Indonesia menempatkan diri sebagai salah satu aktor utama yang mampu mengartikulasikan kepentingan strategis Global South melalui diplomasi ekonomi yang proaktif dan berbasis kepentingan jangka panjang. 

    Transformasi tersebut terlihat melalui berbagai platform multilateral seperti G20, IORA, dan ASEAN-African Framework, serta melalui inisiatif bilateral yang diperkuat secara sistematis sejak 2020, termasuk mekanisme high level business council yang diluncurkan bersama Afrika Selatan pada 2025 sebagai ruang institusional baru untuk mempercepat integrasi ekonomi antara kedua kawasan.



    Pidato Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka dalam forum KTT G 20, di Johannesburg, Afrika Selatan pada 22 November 2025 menjadi indikator kuat bagaimana pemerintah melihat Afrika tidak hanya sebagai mitra dagang, tetapi juga sebagai gateway strategis menuju pasar yang lebih besar. Pernyataan mengenai komitmen Indonesia dalam penghapusan hambatan visa, percepatan investasi outbound di sektor energi dan pertanian, serta pembentukan Indonesia-South Africa High Level Business Council memperlihatkan pergeseran penting dari diplomasi normatif menuju diplomasi ekonomi berbasis hasil. 

    Dalam kerangka ini, Afrika diposisikan sebagai benua yang “akan menentukan laju masa depan” dengan pertumbuhan demografi, urbanisasi, serta industrialisasi yang lebih cepat dibanding kawasan lain. Dengan demikian, kemitraan Indonesia-Afrika tidak semata retorika solidaritas historis Bandung, namun telah memasuki fase pragmatis di mana kepentingan nasional ekonomi menjadi fondasi utama.

    Di sisi lain, perkembangan global memperlihatkan kontradiksi yang memengaruhi ruang manuver negara-negara berkembang. Ketegangan geopolitik antara kekuatan besar, tekanan terhadap rantai pasok global akibat konflik di kawasan Laut Hitam dan Timur Tengah, serta fragmentasi arsitektur perdagangan internasional menciptakan urgensi bagi Global South untuk membangun alternatif integrasi ekonomi yang lebih resilien. 

    Dalam konteks demikian, kerja sama Indonesia-Afrika bukan hanya peluang, tetapi juga kebutuhan strategis untuk menciptakan jalur pasok baru, mitra produksi komplementer, dan akses pasar yang lebih terdiversifikasi. Kondisi ini semakin relevan mengingat porsi total perdagangan Indonesia dengan Afrika yang masih berada di kisaran USD 4,7-5,1 miliar per tahun dalam periode 2023-2025, jauh di bawah potensi riil yang dihitung melalui kesesuaian struktur produksi kedua kawasan.

    Walaupun memiliki potensi besar, hubungan ekonomi Indonesia-Afrika masih terkendala oleh sejumlah faktor struktural, seperti minimnya konektivitas logistik langsung, terbatasnya penetrasi investor Indonesia dalam proyek-proyek industri Afrika, serta lemahnya institusi promosi perdagangan yang mampu memfasilitasi interaksi bisnis yang lebih agresif. Selain itu, regulasi domestik di banyak negara Afrika yang masih bersifat fluktuatif dan ketergantungan mereka pada pembiayaan eksternal menjadikan sejumlah proyek industri strategis tidak selalu berjalan stabil. 

    Dalam konteks inilah diplomasi ekonomi Indonesia harus bekerja sebagai policy enabler yang tidak hanya memfasilitasi pelaku usaha, tetapi juga membantu menciptakan kejelasan aturan main yang diperlukan bagi investasi jangka panjang.

    Di tingkat teori, kerja sama Selatan-Selatan dapat dipahami melalui tiga kerangka: paradigma ketergantungan yang menyoroti ketidakseimbangan struktural negara berkembang dalam sistem ekonomi global; teori South-South Cooperation modern yang menekankan solidaritas berbasis kemitraan setara; serta perspektif geoeconomics yang menempatkan negara sebagai aktor strategis dalam perebutan akses pasar, teknologi, dan sumber daya. 

    Indonesia berada pada titik persilangan ketiga kerangka tersebut, di mana solidaritas historis tidak lagi cukup sebagai basis kerja sama, sehingga perlu diperkuat dengan pendekatan geoekonomi yang lebih adaptif. Keterlibatan Indonesia dalam G20 sejak 2008 serta kenaikan peringkat ekonomi menjadi 16 besar dunia pada 2024 menunjukkan kapasitas dan legitimasi untuk berperan lebih besar dalam merancang arsitektur ekonomi Selatan-Selatan.

    Dengan seluruh dinamika tersebut, penting untuk menelaah secara lebih mendalam bagaimana Indonesia dapat menempatkan hubungan dengan Afrika bukan sekadar sebagai proyek diplomatik, tetapi sebagai strategi jangka panjang dalam membangun alternative development corridor yang mampu menopang transformasi ekonomi nasional.

    Hubungan ekonomi Indonesia-Afrika yang secara historis dilandasi solidaritas politik Konferensi Asia-Afrika 1955 mengalami transformasi makna ketika memasuki era ekonomi geopolitik abad ke-21. Perubahan struktur global yang ditandai oleh fragmentasi perdagangan, kompetisi teknologi, dan realokasi industrialisasi dari negara-negara OECD menciptakan peluang sekaligus tantangan baru bagi negara berkembang. Indonesia yang memproyeksikan dirinya sebagai middle power dengan kapasitas industri menengah dan pertumbuhan ekonomi stabil menghadapi kebutuhan strategis untuk memperluas jejaring ekonomi internasional yang tidak bergantung pada pasar tradisional. 

    Dalam konfigurasi ini, Afrika dengan proyeksi pertumbuhan PDB rata-rata 3,8 persen pada 2024-2030 dan populasi yang meningkat menuju 1,7 miliar jiwa pada 2035, menjadi mitra strategis yang dapat membuka ruang integrasi rantai pasok baru, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam arsitektur ekonomi Selatan-Selatan.

    Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tingkat keterhubungan ekonomi Indonesia-Afrika masih berada jauh di bawah potensi objektifnya. Meskipun retorika politik dan diplomasi tingkat tinggi menggarisbawahi pentingnya Afrika bagi masa depan pertumbuhan Global South, data perdagangan Indonesia-Afrika masih bergerak di kisaran USD 4-5 miliar per tahun, dengan komoditas utama terdiri atas tekstil, produk kimia, minyak sawit, dan produk manufaktur sederhana. 

    Struktur perdagangan yang sangat mengandalkan komoditas primer menunjukkan bahwa kedalaman ekonomi kedua pihak belum berkembang menuju hubungan berbasis nilai tambah, terutama di sektor-sektor seperti energi baru, teknologi pertanian, pertahanan, industri strategis, atau manufaktur menengah. Hal ini menunjukkan adanya structural disconnect yang mengindikasikan diplomasi ekonomi belum sepenuhnya mampu mengubah kedekatan politik menjadi interdependensi ekonomi yang substansial.

    Salah satu tantangan utama dalam hubungan Indonesia-Afrika adalah keterbatasan konektivitas logistik, baik dalam bentuk jalur pelayaran langsung maupun efisiensi transportasi udara. Hingga 2025, belum terdapat rute pelayaran reguler Indonesia-Afrika yang mampu menurunkan biaya logistik secara signifikan, sehingga perdagangan barang sering kali harus transit melalui Dubai atau Singapura. Kondisi ini menambah biaya logistik hingga 30-40 persen yang pada akhirnya mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar Afrika. 

    Hambatan logistik ini juga berdampak pada lambatnya ekspansi industri manufaktur Indonesia yang memiliki potensi untuk memasuki pasar Afrika dengan produk otomotif, alat berat, dan perlengkapan pertanian. Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah keterbatasan pengetahuan pasar dan minimnya kehadiran lembaga keuangan Indonesia di Afrika, khususnya dalam pembiayaan investasi jangka panjang. Banyak perusahaan Indonesia menghadapi hambatan informasi mengenai stabilitas politik, regulasi investasi, dan kapasitas mitra lokal. Kondisi ini diperkuat oleh belum adanya Indonesia-Africa Comprehensive Economic Framework yang dapat memberikan kepastian hukum bagi investor. 

    Sementara itu, negara-negara seperti Tiongkok, India, Turki, dan Uni Emirat Arab telah mengembangkan institutional presence yang jauh lebih kuat melalui mekanisme kredit ekspor, bank pembangunan, dan perjanjian perdagangan regional. Kesenjangan institusional ini menjelaskan mengapa meskipun terdapat potensi besar, ekspansi investasi Indonesia masih terbatas pada sektor-sektor tertentu dan tidak mencerminkan strategi industrialisasi yang terintegrasi.

    Di sisi internal, Indonesia perlu menghadapi tantangan kelembagaan domestik yang berkaitan dengan koordinasi antarinstansi dalam mengelola diplomasi ekonomi. Walaupun terdapat Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Investasi/BKPM, serta Kementerian BUMN yang terlibat dalam hubungan internasional, tidak selalu terdapat sinergi strategis yang terarah terhadap kawasan Afrika. 

    Inisiatif seperti Indonesia-Africa Forum yang diselenggarakan pada 2018 dan 2023 menunjukkan komitmen kuat, tetapi belum terintegrasi dalam long-term geoeconomic strategy dengan target yang terukur. Fragmentasi kebijakan sering menyebabkan inisiatif ekonomi tidak berlanjut atau tidak memiliki tindak lanjut konkret di tingkat pelaku usaha, sehingga kelembagaan negara belum sepenuhnya menjadi enabler bagi ekspansi bisnis.

    Masalah berikutnya terkait dengan karakteristik ekonomi Afrika sendiri. Walaupun Afrika memiliki potensi pasar yang besar, banyak negara di kawasan tersebut masih berhadapan dengan fluktuasi regulasi, instabilitas politik, serta ketergantungan pada komoditas primer. Kondisi ini menciptakan risiko bagi investor, terutama investor menengah seperti perusahaan Indonesia yang tidak memiliki kapasitas mitigasi risiko sebesar perusahaan multinasional. Tantangan lain muncul dari persaingan geopolitik di Afrika yang semakin intensif. 

    Tiongkok melalui Belt and Road Initiative telah membangun kehadiran ekonomi masif, sementara India, Turki, dan Brasil memperkuat hubungan melalui mekanisme South–South Cooperation yang menggabungkan pembiayaan, investasi, dan diplomasi industri. Dalam lanskap persaingan ini, Indonesia harus merumuskan diferensiasi strategis agar tidak hanya menjadi aktor marginal.

    Pidato Wakil Presiden Indonesia pada forum bisnis tingkat tinggi Indonesia-Afrika 2025 memberikan gambaran mengenai arah kebijakan yang ingin diperkuat, yakni memperluas kerja sama industri strategis, mempercepat investasi outbound, dan menghapus hambatan mobilitas melalui kebijakan bebas visa. Namun, pidato tersebut juga menegaskan bahwa keberhasilan diplomasi ekonomi tidak hanya bergantung pada level politik, tetapi pada kemampuan negara menghadirkan ecosystem yang mempermudah bisnis melalui informasi pasar, kehadiran lembaga keuangan, dan fasilitasi regulasi. 

    Pernyataan mengenai komitmen untuk memfasilitasi setiap hambatan yang dihadapi pelaku usaha menunjukkan bahwa pemerintah menyadari adanya kesenjangan implementasi kebijakan yang harus segera diperbaiki agar Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya dalam arsitektur ekonomi Selatan-Selatan.

    Dengan keseluruhan tantangan tersebut, jelas bahwa hubungan Indonesia-Afrika berada pada persimpangan penting. Jika dikelola dengan strategi yang tepat, kemitraan ini berpotensi menjadi salah satu pilar diversifikasi ekonomi dan integrasi industri Indonesia di masa depan. Namun, jika hambatan struktural tidak diselesaikan, maka hubungan ini berisiko tetap berada dalam pola yang sama selama beberapa dekade terakhir, yaitu retorika solidaritas yang tidak termaterialisasi dalam interdependensi ekonomi yang substantif.

    Dr. Surya Wiranto, SH MH
    Purnawirawan Laksamana Muda TNI, sehari-hari sebagai Penasehat Indopacific Strategic Intelligence (ISI), dan Senior Advisory Group IKAHAN Indonesia-Australia, Dosen Pasca Sarjana Keamanan Maritim Universitas Pertahanan, Kadep Kejuangan PEPABRI, Anggota FOKO, dan Executive Director, Indonesia Institute for Maritime Studies (IIMS). Kegiatan lain sebagai Pengacara, Kurator, dan Mediator Firma Hukum Legal Jangkar Indonesia. 





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Kemiskinan Ekstrem Ditarget Turun Hingga Nol Persen di 2026

    November 24, 2025

    Layanan AI Bisa Ubah Transformasi Ekonomi Nasional

    November 24, 2025

    BP Taskin jadi Mata dan Telinga Presiden

    November 24, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Davide Bartesaghi Nggak Nyangka Bisa Dipilih Sebagai Starter di Laga Derby

    Berita Olahraga November 24, 2025

    Ligaolahraga.com -Berita Liga Italia: Bek kiri AC Milan, Davide Bartesaghi ditanya tentang laga debutnya sebagai…

    Kemiskinan Ekstrem Ditarget Turun Hingga Nol Persen di 2026

    November 24, 2025

    Siap-Siap Berdebar, Maraton Film Action Blockbuster di GTV Big Movies! : Okezone Celebrity

    November 24, 2025

    KPK Duga SYL Terima Aliran Uang dari Kasus Lain di Kementan

    November 24, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Davide Bartesaghi Nggak Nyangka Bisa Dipilih Sebagai Starter di Laga Derby

    November 24, 2025

    Kemiskinan Ekstrem Ditarget Turun Hingga Nol Persen di 2026

    November 24, 2025

    Siap-Siap Berdebar, Maraton Film Action Blockbuster di GTV Big Movies! : Okezone Celebrity

    November 24, 2025

    KPK Duga SYL Terima Aliran Uang dari Kasus Lain di Kementan

    November 24, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.