Kepala Divisi Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Adi Sucipto mengungkapkan, 20 pabrik pengolahan kakao di Indonesia berhenti beroperasi, imbas krisis pasokan bahan baku.
“Sejak akhir 2024 sampai dengan saat ini sudah 9 pabrik lagi yang tutup. Awalnya 31, dan jika tersisa 11 maka total yang tutup ada 20,” kata Adi dalam Press Tour Kontribusi Kakao untuk APBN dan Perekonomian di Bali, pada Senin 24 November 2025.
Sebelumnya, Indonesia merupakan salah satu pemasok kakao utama dan tidak bergantung pada bahan baku impor. Namun kini situasinya berbalik lantaran krisis bahan baku.
“Nah sekarang harus impor, makanya cost of produksinya dia terlampaui,” kata Adi.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdoellah menambahkan bahwa kakao Indonesia mengalami sejumlah tantangan.
Ia merinci tantangan tersebut antara lain area dan produksi yang terus menurun, sebagian besar berkualitas rendah (non fermentasi).
“Tanaman dan petani mayoritas sudah tua, sehingga regenerasi dan mekanisasi lambat,” kata Soetanto.
Selanjutnya kakao juga terkena tarif barrier ke negara konsumen, maximum residue limit (MRL) pestisida hingga batas kandungan logam berat, toksin dan allergen yang diterapkan negara konsumen makin ketat, serta harus mematuhi Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).

