Banjir rob yang menyebabkan genangan telah menghambat aktivitas warga dan mematikan ekonomi nelayan serta memutus akses terhadap fasilitas publik.
Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa memandang situasi itu jadi momentum untuk mempercepat realisasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Giant Sea Wall.
“Penurunan muka tanah di wilayah Jakarta mencapai hingga 25 sentimeter per tahun, menjadikannya salah satu wilayah pesisir yang mengalami penurunan tanah tercepat di dunia. Kenaikan permukaan air laut karena perubahan iklim global kemudian mengunci kondisi darurat ini menjadi bencana ekologis struktural,” ucap Capt. Hakeng dalam pesan elektronik yang diterima redaksi di Jakarta, 24 November 2025.
“Ketika darat turun dan laut naik secara bersamaan, kita tidak hanya kehilangan ruang hidup, juga kita kehilangan masa depan,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia bahwa banjir rob yang terus terjadi itu bukan hanya menyebabkan kerugian ekonomi harian, tetapi juga memicu masalah kesehatan jangka panjang. Kondisi lembab berkepanjangan membuka jalan bagi penyebaran demam berdarah, tifus, penyakit kulit, dan infeksi saluran pernapasan.
“Bencana ekologis seperti ini menghasilkan bencana kesehatan publik,” ungkap dia.
Menurut Capt. Hakeng, Giant Sea Wall bukan proyek mewah, ini adalah benteng terakhir masyarakat pesisir.
“Bila kita gagal membangun, kita akan memanen kerugian permanen, bukan hanya kerugian sementara,” tegasnya.
Pemerintah telah menyiapkan skema pendanaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan pembentukan Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa, serta rencana pelibatan investor internasional.
Estimasi biaya proyek ini mencapai 80 miliar Dolar AS atau sekitar Rp1.298 triliun.
“Angka yang ini sangat kecil bila dibandingkan potensi kerugian ekonomi jika tanggul tidak dibangun,” ungkapnya lagi.
Percepatan pembangunan Giant Sea Wall, menurut Capt. Hakeng, kini memiliki dukungan politik tertinggi. Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan proyek ini sebagai prioritas pembangunan nasional.
Termasuk arahan untuk memastikan pengelolaan tata kelola air tanah, perencanaan ruang pesisir, dan sistem pompa raksasa terintegrasi sebagai bagian dari grand design pertahanan pesisir Jawa.
“Bagi para pemangku kepentingan, penegasan Presiden Prabowo ini merupakan penanda bahwa era diskusi telah selesai, maka era eksekusi harus dimulai,” pungkasnya.

